Terletak di sebelah barat ibu kota Kabul, Bamyan adalah salah satu daerah yang paling miskin di Afghanistan. Sebagian besar penduduk Bamyan pun terdiri dari komunitas Syiah Hazara.
Mereka memiliki tingkat melek huruf yang relatif rendah. Tak hanya itu, penduduk di sana juga sulit untuk mendapat akses pendidikan.
Karena itu, Ruya Serferaz, 18, dan Besbegum Havari, 19, memutuskan untuk membangun sebuah ruang kelas di gua. Mereka pun dibantu dengan anak-anak setempat untuk membersihkan gua agar bisa ditransformasi menjadi ruang kelas dan menghiasi dinding dengan berbagai kerajinan tangan, kaligrafi, serta lukisan.
Setiap hari, mereka harus jalan kaki selama dua jam dengan kondisi cuaca apapun untuk mencapai sekolah tersebut. Keduanya pun memiliki kemampuan yang hampir sama, baik di bidang Bahasa Persia, Bahasa Inggris, matematika, geografi, maupun melukis.
Rata-rata siswa yang belajar di sekolah tersebut merupakan anak-anak yang berusia 4-15 tahun. Serferaz dan Havari pun akan mengajar para siswa dengan cara mengulangi apa yang guru mereka ajarkan serta mencatat hal yang dipelajari.
Pendidikan di Afghanistan terganggu
Diketahui, Afghanistan mengalami krisis kemanusiaan yang semakin parah sejak Taliban menguasai negara itu pada Agustus 2021. Hal ini pun diperparah dengan bantuan internasional di negara itu yang sudah terputus.Menurut data PBB, 28,3 juta orang di Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak. Di antara orang-orang ini, wanita dan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan.
Banyak keluarga di Bamyan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dan terpaksa harus tinggal di gua-gua sepanjang pegunungan. Tak hanya itu, jutaan anak-anak dari keluarga tersebut juga kehilangan akses sekolah.
Melihat kondisi seperti itu, Serferaz dan Havari pun tergerak untuk membantu anak-anak tersebut. Dalam sehari, mereka harus mendidik sekitar 80 anak selama tiga sampai empat jam.
"Kami datang ke sini setiap hari kecuali hari Jumat. Kami telah mengubah tempat ini menjadi sekolah. Siswa belajar di sini sepenuhnya secara gratis. Orang-orang di sini hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat buruk. Mereka tidak dapat membayar dan itulah mengapa kami tidak meminta pembayaran apa pun,” kata Serferaz, dikutip dari Anadolu Agency, Jumat, 2 Juni 2023.
Tak hanya itu, Serferaz juga menyoroti permasalahan bahwa mereka belum menerima bantuan apa pun hingga saat ini. Ia menuturkan bahwa para siswa membutuhkan sejumlah perlengkapan sekolah guna mendukung proses belajar mereka.
“Kami hanya dua orang. Akan sangat bagus jika kami menerima bantuan apa pun. Karena siswa membutuhkan buku, pensil, dan buku catatan. Saya tidak mampu membelinya sendirian,” ujarnya.
Anak adalah generasi masa depan
Havari mengungkapkan bahwa mereka melakukan semua ini agar anak-anak tidak kehilangan pendidikan. Tak hanya itu, ia juga menantikan masa ketika dirinya dapat melanjutkan pendidikan juga.Berbeda dengan Serferaz, Havari lebih fokus mengajarkan literasi agar anak-anak dapat mengekspresikan diri dengan baik. Terlebih, ia merasa bangga ketika mengetahui setiap siswa memiliki cita-cita yang ingin dicapai.
“Saya senang bahwa siswa saya memiliki tujuan. Itu tidak ada perbedaan antara anak-anak yang tinggal di gua atau istana. Masa depan adalah milik anak-anak,” tegasnya. (Arfinna Erliencani)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id