Presiden Rusia Vladimir Putin teken beberapa kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Xinhua
Presiden Rusia Vladimir Putin teken beberapa kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Xinhua

Xi Jinping dan Putin Bersatu Kutuk Amerika Serikat

Medcom • 18 Mei 2024 02:40
Beijing: Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin menjanjikan sebuah ‘era baru’ dalam kemitraan antara dua rival paling kuat Amerika Serikat (AS) pada Kamis, 16 Mei 2024.
 
Hal tersebut mereka anggap sebagai hegemoni agresif Perang Dingin yang menaburkan kekacauan di seluruh dunia.
 
Xi menyambut Putin dalam karpet merah di luar Aula Besar Rakyat, Beijing yang menjadi tempat mereka disambut oleh barisan Tentara Pembebasan Rakyat, penghormatan 21 senjata di Lapangan Tiananmen, serta anak-anak yang mengibarkan bendera Tiongkok dan Rusia.

Tiongkok dan Rusia mendeklarasikan kemitraan tanpa batas pada Februari 2022 ketika Putin mengunjungi Beijing hanya beberapa hari sebelum ia mengirimkan puluhan ribu tentara ke Ukraina sehingga memicu perang darat paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
 
Xi dan Putin menandatangani pernyataan bersama tentang ‘era baru’ dengan menyatakan penentangan terhadap AS dalam sejumlah masalah keamanan dan pandangan bersama, segala hal mulai dari Taiwan dan Ukraina hingga Korea Utara, serta kerja sama dalam bidang baru dalam bidang teknologi dan keuangan nuklir yang damai.
 
“Hubungan Tiongkok-Rusia saat ini diperoleh dengan susah payah dan kedua belah pihak perlu menghargai dan memeliharanya,” kata Xi kepada Putin, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 17 Mei 2024.
 
“Tiongkok bersedia bersama mencapai pembangunan dan peremajaan negara kita masing-masing, serta bekerja sama untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan di dunia,” tambahnya.
 
Rusia yang melancarkan perang melawan pasukan Ukraina yang disuplai NATO, sedangkan Tiongkok di bawah tekanan dari upaya bersama AS untuk melawan kekuatan militer dan ekonominya yang makin meningkat, serta makin menemukan tujuan geopolitik yang sama.
 
Xi telah mengatakan kepada Putin bahwa keduanya memiliki peluang untuk mendorong perubahan yang belum pernah terjadi di dunia selama satu abad terakhir dengan banyak analis dilihat sebagai upaya untuk menantang tatanan global dipimpin oleh AS.
 
Pemerintah negara-negara tersebut berusaha melawan rasa malu yang dirasakan akibat keruntuhan Uni Soviet tahun 1991 dan dominasi kolonial Eropa selama berabad-abad atas Tiongkok.
 
Oleh karena itu, mereka berupaya untuk menggambarkan negara-negara Barat sebagai negara yang dekaden (keadaan merosot) dan sedang mengalami kemunduran dengan Tiongkok menantang supremasi AS dalam segala hal mulai dari komputasi kuantum dan biologi sintetik hingga spionase, serta kekuatan militer yang keras.
 
Namun, Tiongkok dan Rusia menghadapi tantangannya masing-masing termasuk melambatnya perekonomian Tiongkok, serta sangat berani dan berkembangnya NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina.
 
Washington menganggap Tiongkok sebagai pesaing terbesarnya dan Rusia sebagai ancaman negara terbesarnya.
 
AS memandang keduanya sebagai penguasa otoriter yang telah meniadakan kebebasan berpendapat dan menerapkan kontrol ketat di dalam negeri terhadap media dan pengadilan.
 
Biden menyebut Xi sebagai ‘diktator’ (pemimpin tidak demokratis) dan Putin adalah ‘pembunuh,’ bahkan ‘SOB (sobat) gila.’ 
 
Meskipun demikian, Beijing dan Moskow telah memarahi Biden atas komentar tersebut.


Apakah barat lawan Xi dan Putin

Kunjungan Putin terjadi beberapa minggu setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken terbang ke Tiongkok untuk menyampaikan kekhawatiran tentang dukungan negara tersebut terhadap militer Rusia.
 
Perjalanan itu tampaknya tidak banyak mengurangi hubungan mendalam antara Xi dan Putin.
 
Dengan memilih Tiongkok sebagai tujuan perjalanan luar negeri pertamanya sejak dilantik bulan ini untuk masa jabatan enam tahun berikutnya, Putin mengirimkan pesan kepada publik tentang prioritasnya dan kekuatan hubungan pribadinya dengan Xi.
 
Pernyataan bersama tersebut digambarkan sebagai upaya memperdalam hubungan strategis dan menyebutkan rencana untuk meningkatkan hubungan militer serta alur kerja sama sektor pertahanan antara kedua negara dalam meningkatkan keamanan regional dan global. Hal ini menjadikan AS sebagai sasaran kritik.
 
“Amerika Serikat masih berpikir dalam konteks Perang Dingin dan berpedoman pada logika konfrontasi blok, menempatkan keamanan kelompok sempit di atas keamanan serta stabilitas regional yang menciptakan ancaman keamanan bagi semua negara di kawasan,” ujar Blinken. 
 
“AS harus meninggalkan perilaku ini,” tambahnya.
 
Mereka juga mengecam inisiatif penyitaan aset dan properti negara-negara asing sebagai sebuah rujukan yang jelas pada langkah-langkah Barat dalam mengalihkan keuntungan dari aset-aset Rusia yang dibekukan atau aset-aset itu sendiri untuk membantu Ukraina.
 
Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel mengatakan Tiongkok tidak dapat menerima dalam dukungan Moskow pada konferensi pers harian.
 
“Anda tidak bisa ingin memiliki hubungan yang baik, lebih jauh, lebih kuat, dan lebih mendalam dengan Eropa serta negara-negara lain sambil terus menambah ancaman terbesar terhadap keamanan Eropa dalam jangka waktu yang lama,” kata Patel yang menyebut bantuan Beijing dalam membangun kembali basis industri pertahanan Rusia sangat bermasalah.


Ukraina

Setelah Barat menjatuhkan sanksi terberat dalam sejarah modern terhadap Moskow akibat perang di Ukraina, Putin mengarahkan Rusia ke Tiongkok.
 
Beijing yang pernah menjadi mitra junior Moskow, sejauh ini masih menjadi teman paling kuat bagi Rusia dan pembeli minyak mentah terbesarnya.
 
Kedekatan tersebut telah mengganggu sebagian elit Rusia yang khawatir bahwa negaranya kini terlalu bergantung pada Tiongkok karena Uni Soviet berada di ambang perang tahun 1969 karena sengketa perbatasan.
 
Sementara itu, Xi mengatakan kedua belah pihak sepakat bahwa penyelesaian politik terhadap krisis Ukraina adalah arah yang benar dan pernyataan bersama tersebut menyatakan kedua negara menentang konflik yang berkepanjangan.
 
Tiba hari Kamis untuk kunjungan dua hari, Putin mengucapkan terima kasih kepada Tiongkok karena telah mencoba menyelesaikan krisis Ukraina. Ia menambahkan bahwa dirinya akan memberitahu Xi tentang situasi di sana, tempat pasukan Rusia mengalami kemajuan di beberapa bidang.
 
Menggambarkan pembicaraan awalnya dengan Xi sebagai sesuatu yang hangat dan bersahabat, Putin menguraikan sektor-sektor tempat kedua negara memperkuat hubungan, mulai dari kerja sama nuklir dan energi hingga pasokan makanan serta manufaktur mobil Tiongkok di Rusia.
 
Salah satu ketidakhadiran delegasi Putin adalah CEO Gazprom Alexei Miller yang sedang mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Iran.
 
Putin dan Xi akan berpartisipasi dalam perayaan gala menandai 75 tahun sejak Uni Soviet mengakui Republik Rakyat Tiongkok yang dideklarasikan Mao Zedong tahun 1949.
 
Namun, belum ada kejelasan kesediaan Putin akan singgah kembali ke Asia. (Theresia Vania Somawidjaja)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan