Para pekerja Kamboja ini mengatakan, mereka kembali ke rumah pada 12 Mei, sementara 15 lainnya masih menunggu untuk meninggalkan Riyadh.
Para perempuan tersebut, yang pergi ke negara Timur Tengah untuk mencari pekerjaan mengatakan, mereka dianiaya secara fisik oleh majikan mereka, termasuk tidak diberi makan dan tidur.
Beberapa dari mereka mengaku belum dibayar atau diberitahu bahwa mereka harus bekerja lebih lama dari yang ditentukan dalam kontrak mereka.
Banyak dari mereka yang kembali ke Kamboja menderita secara mental dan fisik karena dipaksa bekerja berjam-jam, tidak mempunyai cukup makanan dan air, dan dalam beberapa kasus, tidak dibayar.
Kasus ini menggambarkan risiko yang dihadapi pekerja migran Kamboja ketika mereka pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik sebagai pekerja rumah tangga. Banyak dari mereka yang menjadi sasaran eksploitasi tenaga kerja dan pelanggaran serius, termasuk tidak dibayarnya upah, jam kerja yang berlebihan, kerja paksa, dan pelecehan psikologis, fisik atau seksual oleh majikan mereka.
Para asisten rumah tangga dan pekerja lainnya di Arab Saudi telah meminta intervensi dan bantuan pemerintah Kamboja sejak Maret.
Pada April, Kementerian Tenaga Kerja Kamboja mengatakan 78 pekerja migran yang ditipu untuk bekerja di Arab Saudi telah diselamatkan dan ditempatkan di kamar hotel di bawah pengawasan diplomat Kamboja.
Pejabat Kamboja mengaku telah membelikan tiket pesawat bagi para pekerja tersebut untuk pulang, namun mereka tetap terdampar selama beberapa minggu, karena tidak mempunyai akses terhadap makanan yang cukup.
Ke-24 pekerja yang baru-baru ini dipulangkan ke Kamboja termasuk di antara kelompok besar yaitu 39 warga Kamboja yang dievakuasi pada April oleh diplomat dari Kedutaan Besar Kamboja di Mesir, yang juga bertanggung jawab atas Arab Saudi.
Salah satu pembantu rumah tangga yang baru kembali mengatakan, dia dan pembantu lainnya, yang diselamatkan lebih awal dan tiba di Kamboja pada 28 April.
“Kami membahas kemungkinan mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan Kamboja Fatina Manpower Co. Ltd. karena mengeksploitasi kami,” katanya dilansir dari Radio Free Asia, Selasa, 14 Mei 2024.
Para pekerja tersebut mengatakan bahwa mereka juga dipaksa untuk menandatangani perjanjian untuk tidak menuntut perusahaan perekrutan sebelum terbang keluar dari Arab Saudi.
“Saya melayani (majikan saya) selama berbulan-bulan ketika dia berada di Kamboja, dan saya melayani keluarganya ketika saya berada di Arab Saudi, namun saya tidak dibayar,” kata salah seorang pekerja yang baru kembali.
“Keluarganya menggunakan kami untuk memasak untuk mereka dan untuk melayani siswa Jepang dan Arabnya,” katanya.
“Banyak pelajar Arab menggunakan kami untuk mencuci pakaian, membersihkan sekolah, membersihkan rumah, dan banyak lagi,” lanjut dia.
Sebanyak 15 orang lainnya mengatakan, kedutaan masih berupaya memfasilitasi pemulangan mereka.
Man Teramizy, pemilik Fatina Manpower dan pejabat senior di Kementerian Tenaga Kerja, turun tangan dalam masalah ini dengan mengunjungi sekelompok pekerja di Arab Saudi untuk memfasilitasi proses repatriasi dan membayar kompensasi kepada perusahaan mitranya di Arab Saudi, kata para pekerja tersebut.
Dia membayar sekitar USD1.000 per karyawan untuk mengakhiri kontrak mereka dengan perusahaan mitra, kata mereka.
Chamroeun Srey Sor, salah satu pekerja yang terdampar, mengatakan kepada RFA bahwa dia belum dibayar oleh perusahaan. Dia ingin kedutaan dan kementerian terkait mengirimnya kembali ke Kamboja sesegera mungkin.
“Saya meminta bantuan (untuk) kembali ke Kamboja sesegera mungkin karena ibu saya di Kamboja menderita penyakit mata, dan tidak ada yang merawatnya,” katanya. “Selain itu, anak saya juga tinggal bersamanya,” lanjutnya.
Khun Tharo, manajer program LSM Central, mengatakan pemerintah Kamboja perlu menyelidiki agen perusahaan yang mengirim pekerja untuk bekerja di Arab Saudi.
“Jika kita tidak menemukan orang yang bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi, maka banyak dari pekerja Kamboja ini yang akan menjadi korban eksploitasi dan pelanggaran serius hak-hak buruh yang belum terselesaikan,” pungkas Tharo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News