Polisi membawa senjata api dalam menghadapi aksi protes menentang kudeta di kota Naypyidaw, Myanmar pada 8 Maret 2021. (STR / AFP)
Polisi membawa senjata api dalam menghadapi aksi protes menentang kudeta di kota Naypyidaw, Myanmar pada 8 Maret 2021. (STR / AFP)

Polisi Myanmar yang Kabur Mengaku Diperintah Tembak Mati Pedemo

Marcheilla Ariesta • 10 Maret 2021 15:19
Champai: Saat Tha Peng diminta menembak demonstran dengan senapan mesin di kota Khampat pada 27 Februari 2021, polisi berpangkat kopral itu menolak. "Keesokan harinya, seorang perwira bertanya kepada saya apakah saya akan melepaskan tembakan," tutur Tha Peng.
 
Pria 27 tahun itu sekali lagi menolak dan memilih mundur dari kepolisian Myanmar.
 
"Atasan saya memerintahkan untuk menembak mereka (pedemo) sampai mati," katanya, dilansir dari Channel News Asia, Rabu, 10 Maret 2021.

Ia hanya memberikan sebagian namanya demi melindungi identitas diri dan keluarga. Tha Peng dan enam koleganya menolak perintah dan memilih melarikan diri ke arah perbatasan India.
 
Pengakuan Tha Peng senada dengan yang diberikan polisi Myanmar kepada petugas keamanan di Mizoram, India, pada 1 Maret. Ia dan tiga rekannya mengaku kabur ke India karena tidak mau menembaki demonstran seperti yang diperintahkan atasnnya.
 
Keterangan beberapa polisi Myanmar itu tertulis dalam dokumen kepolisian Mizoram. Dalam dokumen itu tercatat individu beberapa polisi Myanmar beserta alasan mereka melarikan diri.
 
Ngun Hlei, seorang polisi yang ditempatkan di kota Mandalay, juga mengaku mendapat perintah untuk menembak pedemo. Namun, pria 23 tahun itu tidak mengelaborasi apakah perintahnya adalah menembak mati atau hanya dengan peluru karet.
 
Tha Peng dan Ngun Hlei meyakini polisi bertindak seperti itu atas perintah militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw. Namun, keduanya tidak ada memberikan bukti.
 
"Militer menekan pasukan polisi, dan sebagian besar yang berhadapan dengan masyarakat adalah polisi," tutur mereka.
 
Baca:  Lindungi Pedemo, Biarawati Myanmar Berlutut di Hadapan Polisi
 
Satu polisi lainnya yang kabur ke India, Dal, mengaku bekerja di kepolisian Falam i barat laut Myanmar. Pekerjaannya sebagian besar hanya bersifat administratif, termasuk membuat daftar orang-orang yang ditahan polisi.
 
Namun, ketika aksi protes memanas, ia diperintahkan untuk mencoba menangkap pengunjuk rasa perempuan. Dal menolak perintah tersebut.
 
Khawatir dipenjara karena berpihak pada pengunjuk rasa, ia memutuskan melarikan diri dari Myanmar.
 
"Di dalam kantor polisi, 90 persen mendukung pengunjuk rasa, tapi tidak ada pemimpin yang mempersatukan mereka," kata Tha Peng. Ia mengaku terpaksa meninggalkan istri dan dua putrinya, salah satunya masih berusia 6 bulan di Myanmar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan