Mantan Menlu Marty Natalegawa dalam telekonferensi bertajuk Post-Pandemic Indo-Pacific: Prospect for Regional Cooperation, Selasa 28 Juli 2020. (Foto: YouTube/CSIS)
Mantan Menlu Marty Natalegawa dalam telekonferensi bertajuk Post-Pandemic Indo-Pacific: Prospect for Regional Cooperation, Selasa 28 Juli 2020. (Foto: YouTube/CSIS)

Pandemi Covid-19 Peruncing Ketegangan AS-Tiongkok

Willy Haryono • 28 Juli 2020 13:28
Jakarta: Pandemi virus korona (covid-19) tidak menghentikan ketegangan atau konflik antar negara yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Konflik terus berlanjut meski banyak negara dan wilayah harus berjuang keras dalam meredam penyebaran virus tersebut.
 
Untuk beberapa konflik, seperti yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, intensitasnya justru meningkat di tengah pandemi covid-19.
 
"Pandemi covid-19 berdampak pada geopolitik. Saya rasa, pandemi ini telah memperuncing rivalitas dan konflik antara AS dan Tiongkok. Pandemi ini secara esensial telah meningkatkan rivalitas strategis tersebut," kata mantan menteri luar negeri Marty Natalegawa dalam telekonferensi bertajuk Post-Pandemic Indo-Pacific: Prospect for Regional Cooperation, Selasa 28 Juli 2020.

Mengapa konflik AS-Tiongkok justru meningkat di saat pandemi? Marty menjelaskan adanya beberapa kemungkinan. Salah satu kemungkinannya adalah persepsi global terkait kepemimpinan AS dan Tiongkok dalam menangani covid-19.
 
Ada pandangan yang menganggap Tiongkok berhasil meredam covid-19, sementara AS relatif gagal karena angka kasus dan kematiannya kini masih menjadi yang tertinggi dunia.
 
"Mungkin juga pendorong (meningkatnya ketegangan) didorong masalah domestik di masing-masing negara," sebut Marty.
 
Selain soal covid-19, AS dan Tiongkok bersitegang dalam berbagai isu dan arena, seperti mengenai Laut China Selatan, Semenanjung Korea, dan isu Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong.
 
Ketegangan terbaru antara AS dan Tiongkok dipicu penutupan konsulat di masing-masing negara. AS menutup konsulat Tiongkok di Houston, dan Beijing membalasnya dengan penutupan konsulat di Chengdu.
 
Marty menjelaskan, rivalitas semacam itu tidak hanya terjadi antara AS dan Tiongkok. Di tengah pandemi ini, Tiongkok dan India juga sempat bersitegang mengenai masalah perbatasan, begitu juga dengan rivalitas India-Pakistan, dinamika AS dan Rusia, dan lain-lain.
 
Di zona konflik, konflik bersenjata masih terus terjadi meski Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyerukan adanya gencatan senjata global. Israel dan Palestina masih berselisih mengenai isu aneksasi, begitu juga konflik Azerbaijan dan Armenia yang belum mereda.
 
"Untungnya konflik antara Tiongkok-Jepang-Korea relatif stabil. Tapi untuk Laut China Selatan, saya rasa belum ada perkembangan berarti," sebut Marty.
 
Menurut Marty, para pemimpin sebaiknya tidak melulu mengidentifikasi atau menganalisis masalah-masalah apa saja yang terjadi di dunia ini. Hal terpenting, lanjutnya, adalah mencari solusi untuk menyelesaikannya.
 
"Kita harus bergerak dan tidak hanya mengidentifikasi masalah yang memang sudah jelas. Kita harus menyelesaikan masalah, membuat solusi," ungkapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan