Dalam sebuah posting blog, Mahathir mengatakan, pemerintahan saat ini telah dua kali mengajukan mosi, namun selalu dikesampingkan. Mosi itu memprioritaskan masalah-masalah pemerintah.
“Dengan begitu mosi tidak akan pernah diperdebatkan di Dewan Rakyat,” ujar Mahathir, seperti dikutip Free Malaysia Today, Kamis 10 September 2020.
Dalam mosi yang berisi 35 poin, Mahathir menjelaskan alasannya tersebut. Termasuk keputusan Muhyiddin untuk bekerja sama dengan Partai United Malays National Organisation (UMNO) dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) untuk membentuk pemerintahan Melayu-Muslim. Kerja sama itu menggunakan narasi mencegah Democratic Action Party (DAP) dari "menghancurkan orang Melayu".
“Klaim bahwa DAP dapat menghancurkan orang Melayu tidak masuk akal. Orang Melayu tidak mudah dihancurkan. Upaya Inggris untuk merebut (kendali) negara-negara Melayu melalui Malayan Union dihentikan oleh orang-orang Melayu,” tegas Mahathir.
Menurut tokoh berusia 95 tahun itu menyatakan, jika DAP mencoba menghancurkan orang Melayu, Muhyiddin, sebagai menteri dalam negeri saat itu, bisa saja menyatakan partai dan aktivitasnya ilegal.
Anggota parlemen Langkawi ini juga mengklaim bahwa penunjukan Muhyiddin sebagai perdana menteri tanpa melalui pemilihan umum bertentangan dengan Konstitusi dan akan menyebabkan orang kehilangan kepercayaan pada sistem pemilihan.
“Jelas suara rakyat tidak lagi bernilai di Malaysia karena partai yang ditolak rakyat bisa membentuk pemerintahan melalui pintu belakang. Saya usulkan agar pemerintah Perikatan Nasional menyerahkan kekuasaannya kembali kepada (pihak) yang berhak,” pungkas Mahathir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News