"Kita harus berbicara dengan semua pihak," kata Srettha, dilansir dari Malay Mail, Selasa, 9 April 2024.
Myanmar berada dalam pergolakan pemberontakan di berbagai bidang, dengan kelompok anti-junta sekutunya yang didukung oleh pemerintah paralel pro-demokrasi menguasai beberapa pos dan kota militer, termasuk bagian dari kota penting di perbatasan dengan Thailand selama akhir pekan.
Pemberontakan adalah tantangan terbesar yang dihadapi junta Myanmar sejak mereka melakukan kudeta terhadap pemerintahan terpilih pada 2021.
Pekan lalu, pasukan anti-junta mencoba melakukan serangan pesawat tak berawak terkoordinasi terhadap fasilitas militer di ibu kota Myanmar, yang berpotensi menjadi pukulan terhadap kredibilitas militer yang memiliki perlengkapan lengkap.
Dalam wawancara awal pekan ini, Srettha mengatakan, rezim di Myanmar 'kehilangan kekuatan'. Menurutnya, ini menjadi saat tepat untuk memulai perundingan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Thailand Parnpree Bahiddha-nukara mengatakan, Thailand tetap netral dalam konflik Myanmar dan mampu menerima hingga 100.000 orang yang mengungsi akibat kekacauan tersebut. Dia mendesak kelompok-kelompok yang bertikai untuk terlibat dalam negosiasi perdamaian.
Thailand, yang berbatasan darat sepanjang 2.000 kilometer dengan Myanmar, telah melakukan berbagai upaya dengan Myanmar sejak Srettha menjabat pada Agustus lalu, termasuk memberikan bantuan di bawah inisiatif kemanusiaan yang bertujuan membuka jalan bagi perundingan antara kubu yang bertikai.
Anggota parlemen Thailand bulan lalu mengadakan seminar tentang situasi politik di Myanmar yang mencakup penampilan penentang militer Myanmar, meskipun ada keberatan dari junta.
Baca juga: Parlemen Thailand Melegalisasi Pernikahan Sesama Jenis
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News