Di tengah situasi sulit tersebut, Indonesia menjalankan kepemimpinan sebagai Presiden G20. Perbedaan pandangan yang tajam antar-negara akibat perang membuat negosiasi di G20 sangat alot. Banyak pihak pesimis G20 dapat membuahkan hasil. Bahkan muncul kekhawatiran G20 bubar.
Benar adanya pernyataan Menlu Retno yang menyatakan bahwa Presidensi Indonesia tahun lalu dapat dikatakan sebagai Presidensi G20 yang paling sulit sepanjang sejarah. Di satu sisi tantangan yang dihadapi dunia sangat luar biasa, dan harapan masyarakat terhadap G20 begitu besar. Di sisi lain, soliditas G20 terganggu karena geopolitik.
Dalam situasi sulit itu, kepemimpinan Indonesia diuji. Pesimisme yang banyak muncul sebelum perhelatan KTT dijawab dengan hasil nyata: KTT G20 menghasilkan Deklarasi. Ini menunjukkan bahwa semangat kolaborasi antar negara masih ada. G20 tetap utuh di tengah ancaman perpecahan.
Dunia memuji kepemimpinan Indonesia. Presidensi Indonesia juga berhasil memenuhi janjinya untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang dan menghasilkan kerja sama konkret yang bermanfaat untuk rakyat.
Di luar G20, diplomasi berkontribusi membangun ketahanan kesehatan nasional, regional, dan global, serta membantu upaya percepatan pemulihan ekonomi. Diplomasi Indonesia juga berkontribusi bagi perdamaian dan kemanusiaan: mendorong perdamaian Rusia-Ukraina, membantu rakyat Afghanistan dan Palestina, dan mengupayakan penyelesaian isu Myanmar.
Tahun 2023 Indonesia menjadi Ketua ASEAN. Diplomasi dan kepemimpinan Indonesia akan kembali diuji. Ini adalah momen yang menentukan bagi Indonesia maupun kawasan. Akankah Indonesia kembali mengulang kesuksesannya di G20 saat memimpin ASEAN?
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News