Hingga kini, lima negara anggota tetap DK PBB, yakni Amerika Serikat (AS), Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis memiliki keistimewaan, yakni hak veto. Jika salah satu dari kelima negara itu mengeluarkan veto, maka seluruh resolusi yang akan disepakati gagal.
Hak veto ini dimaksudkan untuk memberikan kekuatan kepada lima negara pemenang Perang Dunia II. Mereka diberikan hak veto karena berperan besar dalam pembentukan PBB serta memainkan peran penting dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Namun, dalam isu Palestina, AS kerap mengeluarkan hak veto. Belakangan, hak veto digunakan untuk menjaga kepentingan nasional negara itu sendiri.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan, apa yang dilakukan DK PBB pada isu Palestina sangat mengecewakan. Sudah lebih dari empat bulan perang berlangsung, namun tidak ada keputusan yang diambil.
"Saya berkali-kali menyampaikan di depan Dewan Keamanan PBB, bahwa apa yang dilakukan Dewan Keamanan PBB sangat jauh dari harapan publik internasional, bahkan negara-negara anggota PBB. Dalam artian, pertama, apa yang sudah diputuskan, tidak diimplementasikan. Pertanyaannya kenapa? DK PBB dibentuk untuk menjaga perdamaian dan mereka memiliki mandat luar biasa," ujar Menlu Retno dalam wawancara dengan Medcom.id.
Kedua, kata Retno, DK PBB terkait dengan Palestina, keputusan-keputusannya sangat minimal. Terlebih yang terkait dengan gencatan senjata.
Hingga kini, belum ada keputusan spesifik yang terkait dengan isu gencatan senjata, kata Retno. "Padahal semua orang tahu bahwa ceasefire (gencatan senjata) ini adalah awal dari semua perbaikan yang ingin kita lakukan," tegas dia.
Menurut Retno, kendalanya ada di sistem veto itu. "Jadi, seharusnya pada saat sudah menyangkut kemanusiaan, ini politik tapi sudah beririsan besar dengan masalah kemanusiaan," tuturnya.
Meski demikian, hak veto tersebut sulit untuk ditiadakan. Pasalnya, kata Retno, aturannya dibuat sulit untuk meniadakannya.
"Tapi kita akan cari jalan, semua jalan akan kita coba gunakan, agar sekali lagi kekejaman itu dapat dihentikan," tegas Retno.
"Indonesia tidak akan pernah lelah untuk terus berada di garis depan membela keadilan dan kemanusiaan bagi bangsa Palestina," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News