Sementera itu, tim penyelamat menggali lebih banyak mayat dengan tangan kosong dan alat berat di desa-desa yang hancur.
Sebagian besar kematian akibat badai tropis Megi -,yang paling kuat melanda kepulauan yang rawan bencana tahun ini,- berada di Provinsi Leyte di mana serangkaian tanah longsor telah menghancurkan masyarakat.
Baca: Korban Tewas Longsor Filipina Jadi 58 Orang
Sebanyak 26 orang tewas dan sekitar 150 orang hilang di desa pesisir Pilar, yang merupakan bagian dari kotamadya Abuyog, setelah semburan lumpur dan tanah pada Selasa mendorong rumah-rumah ke laut dan mengubur sebagian besar pemukiman, kata pihak berwenang.
"Saya harus jujur, kami tidak lagi mengharapkan korban selamat," kata Traya kepada AFP, seraya menambahkan bahwa personel darurat sekarang fokus pada tugas yang sulit untuk mengambil mayat.
“Sekitar 250 orang berada di pusat-pusat evakuasi setelah diselamatkan dengan perahu setelah jalan-jalan terputus oleh tanah longsor,” katanya.
Sejumlah penduduk desa juga dirawat di rumah sakit.
Suara gemuruh seperti "helikopter" memperingatkan Ara Mae Canuto. Warga berusia 22 tahun itu menceritakan tanah longsor yang meluncur menuju rumah keluarganya di Pilar.
Dia mencoba berlari lebih cepat, tetapi tersapu ke dalam air dan hampir tenggelam.
"Saya menelan kotoran, dan telinga serta hidung saya penuh lumpur," kata Canuto kepada AFP melalui telepon dari ranjang rumah sakitnya. Ayahnya meninggal dan ibunya belum ditemukan.
Filipina yang rawan bencana secara teratur dirusak oleh badai dan para ilmuwan memperingatkan bahwa badai menjadi lebih kuat ketika dunia menjadi lebih hangat karena perubahan iklim yang didorong oleh manusia.
Kota Baybay juga terguncang setelah gelombang tanah basah menghantam pemukiman pertanian selama akhir pekan, menewaskan sedikitnya 48 orang dan melukai lebih dari 100 orang. Sementara 27 orang masih hilang.
Foto udara menunjukkan hamparan lumpur yang luas menyapu bukit pohon kelapa dan menelan desa Bunga, di mana hanya beberapa atap yang menjorok melalui lanskap yang sekarang berubah.
"Kami diberitahu untuk waspada karena badai akan datang, tetapi mereka tidak secara langsung memberi tahu kami bahwa kami perlu mengungsi," kata buruh tani Bunga Loderica Portarcos, 47, yang kehilangan 17 kerabat dan seorang teman dalam tanah longsor.
Portarcos menerjang panas dan kelembaban saat dia menyarankan operator backhoe untuk menggali tiga mayat yang masih tertanam di tanah lunak yang mulai mencium bau daging busuk.
"Kerabat kami yang meninggal semuanya ada di kamar mayat, tetapi tidak akan ada waktu untuk bangun untuk meratapi mereka karena wali kota memberi tahu kami bahwa mereka berbau busuk," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News