Hal ini disampaikan pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal dalam konferensi pers Muda Bersuara 2021: Selamatkan Generasi Emas 2045 dari Krisis Iklim, Senin, 16 Agustus 2021.
Konferensi pers tersebut membahas tentang laporan kebijakan mengenai pembaruan terbesar dari ilmu iklim. Laporan telah disetujui 234 penulis dari 125 pemerintahan.
"Untuk mencegah skenario yang lebih buruk, kita harus mengadakan suatu program global, kerja sama internasional yang bisa mengurangi emisi dari CO2," ujar Dino.
CO2 menyebabkan suhu Bumi bertambah panas. Menurut laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), ada kemungkinan pada akhir abad ini es di Greenland mencair atau mendekati hilang.
Hal ini akan menyebabkan volume air laut naik karena es mencair. Jika hal tersebut terus terjadi, maka bumi bisa tenggelam.
Baca: Laporan Badan PBB: Perubahan Iklim Meluas, Cepat, dan Semakin Intensif
"Ini akan berdampak pada kenaikan air laut setinggi tujuh meter. Kemudian, jika es di Arktika Barat meleleh, air laut dunia bisa meningkat setinggi tiga meter," lanjut Dino.
Menurutnya, meningkatnya air laut dapat menjadi ancaman masa depan bagi Indonesia. Pasalnya, RI merupakan negara kepulauan.
Ditambah lagi, lanjut Dino, Indonesia masih memotong sekitar 7 juta hektare hutan dan menggunakan 38 persen batu bara - salah satu sumber energi paling kotor di dunia.
Dino mengatakan, semua negara di dunia terus berupaya untuk mencapai net zero emission di waktu mendatang. Namun, upayanya masih jauh dari memuaskan.
"Kemajuan dan peningkatan tetap ada, tapi belum memuaskan," ujarnya. Namun, kata dia, ambisi dan komitmen tetap sama seperti perjanjian Paris enam tahun lalu.
Dalam kegiatan ini, Dino berharap anak-anak muda semakin memiliki perhatian terhadap lingkungan dan iklim. Ia berharap Indonesia dapat mencapai 43 persen pengurangan emisi di 2030.
Menurutnya, masalah iklim bukan hanya milik pemerintah, namun juga seluruh rakyat Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News