Kem Sokha dituduh melakukan pengkhianatan kepada Perdana Menteri Hun Sen. Ia disebut menyusun rencana rahasia dan berkolusi dengan entitas asing untuk menggulingkan Hun Sen dari jabatannya.
Atas dakwaan itu, Kem Sokha dijatuhi hukuman 27 tahun penjara. Setelah putusan diumumkan, Amerika Serikat (AS) mengutuk hukuman tersebut dan mengatakan putusan ini sebagai 'keguguran keadilan' di Kamboja berdasarkan konspirasi yang dibuat-buat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, Prancis, Australia, dan Inggris juga menyatakan keprihatinan tentang kasus tersebut dan demokrasi Kamboja yang sedang sakit menjelang pemilihan Juli.
Kementerian Luar Negeri Kamboja mengatakan, kecaman itu sebagai 'prasangka dan munafik'. Mereka membantah adanya motif politik yang berperan.
Baca juga: Pemimpin Oposisi Kamboja Dihukum 27 Tahun Penjara, Tanda Demokrasi Gugur?
"Kejahatan adalah kejahatan, dan tidak dapat dibenarkan untuk aspirasi lain," kata juru bicara Kemenlu Kamboja dalam pernyataannya, dilansir dari Malay Mail, Sabtu, 4 Maret 2023.
Menurut juru bicara tersebut, persidangan dilakukan secara transparan. Kementerian juga menuduh utusan asing memberikan 'narasi politik yang didasarkan pada delusi atau arogansi'.
Mereka mengatakan, diplomat berkewajiban untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. "Kamboja tetap teguh dalam menyelenggarakan pemilihan umum Juli nanti secara bebas, adil dan transparan," sambung jubir tersebut.
Kem Sokha - yang menyangkal tuduhan terhadapnya - segera ditempatkan di bawah tahanan rumah dan dilarang berbicara dengan orang di luar keluarganya. Dia punya waktu satu bulan untuk mengajukan banding.
Putrinya Kem Monovithya mengatakan, hari ini layanan internet dan telepon orangtuanya telah terputus. Putrinya Kem Monovithya mengatakan hari ini layanan internet dan telepon orangtuanya telah terputus.
"Saya meminta masyarakat internasional untuk menanggapi dengan tindakan, basa-basi tidak berhasil," sambungnya.
Kelompok hak asasi mengatakan Hun Sen - salah satu pemimpin terlama di dunia - telah merusak kebebasan demokrasi dan menggunakan pengadilan untuk membungkam lawan politik.
Dua bulan setelah penangkapan Kem Sokha pada tahun 2017, Mahkamah Agung Kamboja membubarkan CNRP, yang pernah dianggap sebagai satu-satunya lawan yang kuat dari Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang berkuasa.
Itu membuka jalan bagi CPP dan Hun Sen untuk memenangkan semua 125 kursi parlemen pada 2018, mengubah negara itu menjadi negara satu partai.
Puluhan tokoh oposisi dihukum karena pengkhianatan tahun lalu. Hun Sen juga memerintahkan penutupan salah satu dari sedikit outlet media independen lokal yang tersisa di negara itu bulan lalu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News