"Pernyataan Perwakilan PBB di Indonesia terkait KUHP yang telah disahkan oleh DPR terkesan menceramahi pemerintah Indonesia dan merendahkan para pakar di Indonesia," kata Hikmahanto dalam pernyataannya, Selasa, 13 Desember 2022.
Menurut Hikmahanto, kepala perwakilan PBB seperti ingin menjadi oposisi terhadap pemerintah dengan memanfaatkan nama besar organisasi internasional itu dan kekebalan diplomatik yang dimiliki.
"Kepala Perwakilan seharusnya memahami prinsip yang terkandung dalam Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB yang menegaskan PBB tidak akan turut campur dalam urusan dalam negeri anggotanya," ujarnya.
Baca juga: Kemenlu Panggil Wakil PBB di Jakarta Terkait Komentar KUHP
Kemarin, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, Kepala Perwakilan PBB telah dipanggil oleh Kemenlu. Terkait hal ini, Hikmahanto mengatakan, sebaiknya kepala perwakilan PBB tersebut meminta maaf kepada rakyat Indonesia.
"Tindakan yang bersangkutan telah menciderai harkat martabat Indonesia sebagai negara yang berdaulat," ujarnya.
"Bila perlu Sekjen PBB segera menarik mundur Kepala Perwakilan PBB sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pejabatnya. Hal ini untuk meredam kemarahan publik di Indonesia," tegas Hikmahanto.
Pekan lalu, Kantor perwakilan PBB di Jakarta menyampaikan kekhawatiran mereka terkait UU KUHP yang baru akan menghapus hak pribadi seperti kebebasan beragama atau kepercayaan, serta kebebasan menyampaikan pendapat.
"PBB khawatir bahwa beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia," sebut pernyataan tersebut.
Menurut PBB, beberapa pasal yang direvisi dalam KUHP bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan fundamental dan HAM. Lembaga itu juga menilai pasal-pasal tersebut bersifat diskriminatif.
Mereka berharap Indonesia dapat mempertimbangkan kembali terkait KUHP tersebut.
Namun, dalam konferensi pers kemarin, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiarej mengatakan, KUHP ini akan berlaku tiga tahun mendatang.
"KUHP disusun dengan cermat dan hati-hati, apapun yang menjadi pertimbangan,mengikuti keseimbangan individu, negara dan masyarakat, serta mempertimbangkan kondisi bangsa yang multietnik, multireligi, dan multikultur," katanya.
"Sebagai negara demokratis, KUHP disusun melalui proses konsultasi publik yang panjang, guna mendapat masukan dari masyarakat melalui partisipasi yang bermakna," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News