Hal itu disampaikan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen saat membuka pertemuan ke-55 Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) di Phnom Penh, Kamboja, Rabu 3 Agustus 2022.
"Di sini saya berbicara tentang efek dari covid-19 yang begitu menghancurkan, di saat bersamaan hadir rivalitas berbahaya di antara negara-negara besar yang memberi tekanan kepada kita," kata Hun Sen.
Ia juga menyoroti krisis ekonomi dan kemanusian di Myanmar yang kini dikuasai Junta militer. Sebagai satu keluarga besar, krisis tersebut tentu sangat mempengaruhi soliditas dan stabilitas di Asia Tenggara.
Pada Senin 25 Juli 2022, junta Myanmar mengumumkan telah mengeksekusi mati empat aktivis demokrasi di negara tersebut atas tuduhan terlibat dalam kegiatan terorisme.
"Semua Negara Anggota ASEAN, sangat kecewa dan terganggu dengan eksekusi para aktivis oposisi tersebut, meskipun ada seruan dari saya dan yang lainnya agar hukuman mati dipertimbangkan kembali demi dialog politik, perdamaian dan rekonsiliasi," tukas Hun Sen.
“Jika lebih banyak tahanan akan dieksekusi, kita terpaksa harus memikirkan kembali tentang Myanmar termasuk perihal Konsensus Lima Poin ASEAN,” lanjutnya.
Hun Sen juga menyinggung ketegangan yang terjadi di Ukraina. Menurut dia, situasi tersebut menyulitkan posisi ASEAN sekali pun terjadi jauh di Eropa. Perang Ukraina-Rusia telah mengganggu perekonomian serta mengakibatkan persoalan rantai makanan.
Di akhir pidatonya, Hun Sen berharap ASEAN bisa kembali utuh dan bersatu. ASEAN yang terdiri dari 10 negara tentu membutuhkan kemauan kolektif untuk tetap kuat dalam menghadapi semua tantangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News