Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha tetap berkuasa setelah menang dari gugatan hukum. Foto: AFP
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha tetap berkuasa setelah menang dari gugatan hukum. Foto: AFP

Menang di Pengadilan Konstitusi, PM Thailand Tetap Berkuasa

Fajar Nugraha • 03 Desember 2020 12:57
Bangkok: Pengadilan konstitusional Thailand dengan suara bulat memutuskan memenangkan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dalam kasus konflik kepentingan. Kasus itu diajukan oleh politisi oposisi yang dapat mengakibatkan pencopotannya dari jabatan perdana menteri, jika terbukti bersalah.
 
Prayuth tetap tinggal di perumahan militer meskipun dia pensiun dari militer pada 2014 atau berbulan-bulan setelah menggulingkan pemerintah terpilih. Prayuth mengatakan dia perlu tinggal di sana untuk alasan keamanan.
 
Pada Rabu, pengadilan mengatakan mantan panglima militer itu tinggal di kediaman sejalan dengan aturan militer. Bahwa keselamatan perdana menteri dan keluarganya adalah prioritas pemerintah.

“Tergugat (PM Prayuth) tidak melakukan tindakan yang merupakan benturan kepentingan. Dia tidak mencari keuntungan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, atau melanggar etika,” kata seorang hakim, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis 3 Desember 2020.
 
"Oleh karena itu, jabatan kementeriannya tidak berakhir sesuai dengan konstitusi," imbuh hakim.
 
Pheu Thai, partai oposisi utama, mengajukan gugatan hukum dan, jika berhasil, akan memaksa Prayuth dan kabinetnya mundur. Vonis 'tidak bersalah' berarti Prayuth bisa tetap berkuasa.
 
Keputusan pengadilan datang dengan ketegangan yang tinggi setelah berbulan-bulan protes untuk menuntut pencopotan Prayuth. Saat putusan dibacakan, pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul untuk unjuk rasa baru di persimpangan utama di Bangkok utara.
 
"Saya tidak terkejut karena menurut saya pengadilan menerima arahan dari atas dan pengadilan tidak adil," kata Reeda, 26, seorang mahasiswa pascasarjana, kepada kantor berita AFP.
 
“Dulu, mereka selalu memutuskan keputusan yang kontras dengan perasaan masyarakat,” jelasnya
 
Kelompok pedemo Free Youth mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu: “Pertarungan belum berakhir. Ketika dia tidak bisa berbuat salah, negara ini sedang menuju titik puncak."
 
Para pengunjuk rasa dan kritikus menuduh Prayuth memilih teknik tahun lalu untuk tetap memegang kekuasaan. Dia mengatakan pemungutan suara itu adil.
 
Sebuah gerakan protes yang dimulai pada Juli untuk mengupayakan pencopotan Prayuth dan menyerukan konstitusi baru juga telah melanggar tabu dengan menuntut reformasi monarki untuk mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
 
Gerakan pro-demokrasi menghadapi tindakan hukumnya sendiri, dengan lima pemimpin kunci didakwa pada Senin di bawah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang ketat, yang belum digunakan dalam dua tahun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan