Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemenlu RI Achsanul Habib dalam webinar Perspektif Global dalam Memerangi Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan' pada Selasa, 22 Agustus 2023. (The Leimena Institute)
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemenlu RI Achsanul Habib dalam webinar Perspektif Global dalam Memerangi Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan' pada Selasa, 22 Agustus 2023. (The Leimena Institute)

Marak Pembakaran Al-Quran, RI Tegaskan Kebebasan Berekspresi Bukan Hak Absolut

Willy Haryono • 22 Agustus 2023 22:29
Jakarta: Aksi pembakaran dan penodaan Al-Quran marak terjadi di sejumlah negara dalam beberapa bulan terakhir. Aksi kontroversial tersebut, yang dilakukan atas dasar kebebasan berekspresi, melukai hati umat Muslim di seluruh dunia.
 
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia mengutuk keras aksi pembakaran dan penodaan Al-Quran.
 
"Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penghinaan semacam itu tidak dapat diterima," kata Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI, Achsanul Habib, dalam webinar bertajuk Perspektif Global dalam Memerangi Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan pada Selasa, 22 Agustus 2023.

Masalah pembakaran Al-Quran dibahas dalam pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada Juli lalu. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran Al-Quran di sejumlah negara, termasuk Swedia, yang disebut masuk dalam kategori Islamofobia.
 
"Kebebasan berekspresi bukan hak absolut, dan bukan hak untuk melukai orang lain sehingga harus dihentikan," tegas Achsanul.
 
Ia mengatakan bahwa Pasal 20 dari International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) mengatur agar negara dapat melarang "advokasi dari kebencian agama." Lewat pasal ini, negara-negara seperti Swedia seharusnya dapat melarang warganya yang hendak melakukan aksi berlandaskan kebencian agama, termasuk pembakaran Al-Quran.
 
Baca juga:  Dubes Belanda Ajak Masyarakat Indonesia Lawan Tren Intoleransi Global

Prinsip Kemanusiaan

Indonesia, lanjut Achsanul, secara konsisten memberikan dukungan atas implementasi dari Resolusi 16/18 Dewan HAM PBB yang secara prinsip mengedepankan pentingnya toleransi.
 
Resolusi ini membentuk Istanbul Process, sebuah platform yang mempertemukan negara-negara setiap tahun dan menjadi platform inklusif yang juga mempertemukan NHRIs, legislator, hakim, jurnalis, media, serta perwakilan dari organisasi-organisasi HAM nasional dan regional.
 
Mengenai toleransi di Indonesia, Achsanul membagikan beberapa good practices sebagai berikut:
  1. Memastikan tidak adanya impunitas bagi para pelaku hate crime yang terjadi
  2. Menjamin perlindungan atas tempat ibadah, simbol agama, dan penghormatan terhadap hari besar keagamaan
  3. Dibentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
  4. RUU tentang Perlindungan Umat Beragama
  5. Surat Edaran Kapolri No. 6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian
Akhir kata, Achsanul mengatakan bahwa prinsip kemanusiaan harus ditanamkan sebagai elemen mendasar dalam memerangi intoleransi dan diskriminasi.
 
"Memperkuat kerja sama internasional dalam dialog-dialog agama dan antar-peradaban juga perlu terus ditingkatkan," sebut Achsanul.
 
"Begitu juga dengan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan," pungkasnya.
 
Baca juga:  Parah! Aktivis Anti-Islam Belanda Bakar Al-Quran di Depan Kedubes Turki
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan