Kapal penjaga pantai Tiongkok dengan sebuah kapal nelayan. Foto: AFP
Kapal penjaga pantai Tiongkok dengan sebuah kapal nelayan. Foto: AFP

Drama Kejar-kejaran Nelayan Filipina dengan Penjaga Pantai Tiongkok di Laut China Selatan

Medcom • 25 September 2023 19:09
Manila: Akibat melintasi wilayah perairan dangkal Scarborough Shoal di Laut China Selatan, wilayah yang disengketakan, seorang nelayan Filipina, Arnel Satam melarikan diri dengan motor perahu kayunya. Dia saat itu tertangkap basah oleh penjaga pantai Tiongkok menggunakan speedboat.
 
Aksi kejar-kejaran di laut lepas itu berlangsung selama beberapa menit. Satam mencoba untuk kabur dari tangkapan kapal yang lebih cepat, ia berharap bisa menyelinap ke dalam lingkaran terumbu karang yang menjadi wilayah kekuasaan Tiongkok, di mana produksi ikan melimpah.
 
Pengejaran pada Jumat disaksikan oleh jurnalis AFP di atas kapal Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan Filipina BRP Datu Bankaw, yang mengirimkan makanan, air dan bahan bakar kepada nelayan Filipina tersebut.
Dilansir dari Channel News Asia, Senin, 25 September 2023, para nelayan mengeluhkan tindakan Tiongkok di Scarborough Shoal telah merampas sumber  hanya merampas sumber pendapatan utama mereka, namun juga tempat berlindung kala badai menerjang.
 
"Saya ingin memancing di sana," kata Satam, 54 tahun, kepada wartawan sambil berdiri tanpa alas kaki.
 
Satam mengaku aksinya tersebut sudah dilakukan lebih dari sekali, bahkan sebelum aksi kejar-kejaran terjadi. Namun ini adalah kali pertama ia dikejar oleh pengawas pantai Tiongkok
 
"Saya sering melakukan hal ini. Mereka sudah mengejar saya hari ini," katanya, seraya menambahkan bahwa speedboat Tiongkok telah menabrak kapalnya.
 
Scarborough Shoal terletak 240 kilometer sebelah barat pulau utama Luzon di Filipina dan hampir 900 kilometer dari daratan utama Tiongkok terdekat, Hainan.
 
Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982, yang dinegosiasikan oleh Tiongkok, negara-negara mempunyai yurisdiksi atas sumber daya alam dalam radius sekitar 200 mil laut dari pantai mereka.
 
Tiongkok, yang mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, merebut kendali Scarborough Shoal dari Filipina pada 2012.
 
Sejak itu, mereka telah mengerahkan penjaga pantai dan kapal-kapal lain untuk memblokir atau membatasi akses ke daerah penangkapan ikan yang telah dimanfaatkan oleh banyak generasi masyarakat Filipina.
 
Para pejabat Filipina juga menuduh penjaga pantai Tiongkok memasang penghalang terapung sepanjang 300 meter di pintu masuk perairan dangkal tersebut sesaat sebelum BRP Datu Bankaw tiba.
 
“Penghalang sementara ini dihadirkan untuk mencegah kapal Filipina memasuki perairan dangkal tersebut dan menghalangi aktivitas penangkapan ikan, yang mana hal ini juga menghalangi aktivitas mata pencaharian utama mereka,” kata penjaga pantai Filipina dan biro perikanan dalam pernyataan bersama yang mengecam pemasangan penghalang tersebut.

Misi Pemasokan

BRP Datu Bankaw memerlukan waktu 18 jam untuk menempuh perjalanan lebih dari 300 kilometer ke Scarborough Shoal dari pelabuhan di Teluk Manila.
 
Lebih dari 50 kapal penangkap ikan cadik kayu, yang disebut warga Filipina sebagai "perahu induk", sedang beroperasi di perairan dalam di luar dangkalan ketika kapal Filipina membuang sauh pada Rabu lalu.
 
Beberapa ABK yang sudah berada di sana selama dua minggu sudah menggunakan jaring, tali pancing, dan tombak untuk menangkap ikan tuna, kerapu, dan kakap merah. Untuk memungkinkan para nelayan bertahan di laut lebih lama dan menangkap lebih banyak ikan, Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan melakukan misi pasokan rutin.
 
Empat kapal penjaga pantai Tiongkok berpatroli di perairan, menjaga BRP Datu Bankaw dan nelayan Filipina menjauh dari perairan dangkal tersebut.
 
Suara operator radio penjaga pantai Tiongkok bergema di gelombang udara sebanyak 15 kali, memberi sinyal perintah untuk BRP Datu Bankaw segera meninggalkan “wilayah Tiongkok”. Instruksi tersebut diulangi dalam bahasa Inggris pada papan pesan digital yang bergulir di salah satu kapal penjaga pantai Tiongkok.
 
Seolah tidak terpengaruh oleh peringatan tersebut, 12 awak BRP Datu Bankaw membagikan 60 ton bahan bakar dalam bentuk jerigen plastik biru kepada kapal-kapal nelayan, serta paket makanan bagi mereka yang kekurangan perbekalan.
 
Perbekalan yang diberikan gratis kepada para nelayan, namun ada juga yang menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memberikan bak ikan segar yang baru ditangkap kepada awak BRP Datu Bankaw.

Ini Hak Kami

Beberapa nelayan Filipina berkumpul di sekitar BRP Bankaw dengan menggunakan perahu cadik kecil untuk menunggu perbekalan. Mereka naik ke kapal untuk makan. Mereka bersaksi kepada awak media bahwa mereka pernah dikejar dan dilempar meriam air oleh kapal-kapal Tiongkok, bahkan jangkar kapal mereka dipotong.
 
“Mereka harus mengembalikannya kepada kami karena ini milik kami,” kata Nonoy de los Reyes, 40, mengacu pada Scarborough Shoal.
 
“Mereka harus meninggalkan tempat ini,” tegas Reyes.
 
Pemblokiran perairan dangkal oleh Tiongkok telah membuat situasi semakin sulit dan para nelayan murka dengan kebijakan Tiongkok ini.
 
“Kami hampir tidak mendapat hasil tangkapan jadi kami mungkin harus tinggal dua minggu lagi,” kata Alex del Campo, 41 tahun, yang sudah menghabiskan lebih dari seminggu di laut.
 
Sehari sebelumnya, del Campo dan dua nelayan lainnya telah berani mencoba memasuki perairan dangkal tersebut dengan perahu kecil mereka, namun diusir oleh personel penjaga pantai Tiongkok dengan perahu karet berlambung kaku.
 
“Kami tidak berdaya karena mereka bersenjata dan hanya ada satu nelayan di tiga kapal kami,” kata Del Campo. 
 
“Jika mereka menabrak dan menenggelamkan perahu kita, siapa yang akan menyelamatkan kita?,” pungkas Del Campo. (Hillary Sitohang)
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(FJR)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif