Di tengah dugaan sejumlah pihak bahwa Sea Glider itu merupakan milik negara asing, sejauh ini KSAL belum dapat memastikan status kepemilikannya.
"Ini menambah kuat dugaan Sea Glider merupakan perangkat mata-mata, dan bukan dimiliki oleh swasta," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id pada Senin, 4 Januari 2021.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Prabowo Minta Publik Tak Berpolemik Soal Drone di Kepulauan Selayar
Hikmahanto mengatakan bahwa dalam dunia intelijen, para agen bekerja secara senyap dan menghapus atribut apapun dalam menggunakan peralatan tertentu. Atribut yang biasa dihilangkan, lanjut Hikmahanto, adalah yang terkait dengan negara.
"Tujuannya satu, agar bila terkuak, negara yang dimata-matai tidak bisa dengan mudah menuding," tutur Hikmahanto.
"Bahkan bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata, maka negara si agen tersebut berasal, tidak akan mengakui tindakannya," lanjut dia.
Terkait penemuan Sea Glider ini, Hikmahanto menyarankan pemerintah untuk menyelidikinya secara seksama, terutama mengenai status kepemilikannya. Ia menilai penyelidikan dapat dilakukan dengan menghubungi berbagai pakar dunia yang mendalami hal ini melalui perwakilan Indonesia di seluruh dunia.
Sembari menunggu penyelidikan berlangsung, Hikmahanto mendorong Kementerian Luar Negeri untuk membuat pernyataan keras, bahwa Indonesia tidak akan segan melakukan tindakan tegas kepada negara manapun yang terbukti memiliki Sea Glider tersebut.
(WIL)