Menarik melihat beberapa tokoh-tokoh Indonesia yang memegang peran penting dalam diplomasi kemerdekaan.
Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo menjadi ujung tombak diplomasi Indonesia di era kemerdekaan.
Soekarno
Siapa yang tak kenal dengan Bapak Bangsa ini, perannya sangat krusial dalam perang kemerdekaan. Lahir pada 6 Juni 1901, Soekarno Orang pertama yang mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Gubernur Jenderal Pakistan, Mohammad Ali Jinnah,P Perdana Menteri Myanmar U Nu, dam Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Soekarno mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non-Blok.
Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara.
Mohammad Hatta
Hatta dikenal sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, dia juga dikenal sebagai ekonom yang membuatnya didapuk sebagai Bapak Koperasi Indonesia.Beberapa langkah diplomatik dilakukan oleh Hatta saat memperjuangan kemerdekaan, terutama setelah Indonesia merdeka. Upaya mempertahankan kemerdekaan menjadi fokusnya.
Salah satu langkah diplomatik yang penting dijalankan Hatta adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Konferensi di Den Haag, sesudah berunding selama 3 bulan, pada 27 Desember 1949 kedaulatan NKRI dimiliki untuk selamanya. Ratu Juliana memberi pengakuan Belanda atas kedaulatan negara Indonesia tanpa syarat kecuali Irian Barat yang kemudian waktu dirundingkan lagi dalam setahun setelah Pengakuan Kedaulatan.
Sehingga pada akhirnya negara Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Bung Hatta terpilih menjadi Perdana Menteri RIS juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri RIS dan berkedudukan di Jakarta dan Bung Karno menjadi Presiden RIS. Ternyata RIS tidak berlangsung lama, dan pada 17 Agustus 1950, Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ibu kota Jakarta dan Perdana Menteri Mohammad Natsir. Bung Hatta menjadi Wakil Presiden RI lagi dan berdinas di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta.
Pada tahun 1955, Mohammad Hatta membuat pernyataan bahwa bila parlemen dan konstituante pilihan rakyat sudah terbentuk, dia akan mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Menurutnya, dalam negara yang mempunyai kabinet parlementer, Kepala Negara adalah sekadar simbol saja, sehingga Wakil Presiden tidak diperlukan lagi.
Achmad Soebardjo
Mr Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo lahir pada 23 Maret 1896 dan dikenal sebagai tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat. Dia adalah Menteri Luar Negeri pertama Indonesia.Pada Februari 1927 ia menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudian di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis terkenal dari Asia dan Afrika.
Agus Salim
The Grand Old Man, itu sebutan dari KH Agus Salim. Dia adalah pejuang kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional.Agus Salim, lahir dengan nama Masyudul Haq yang berarti “pembela kebenaran” pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Anak jaksa itu termasuk salah satu dari segelintir anak pribumi yang dapat mengenyam pendidikan elit kolonial Hogere Burger School (HBS) dengan predikat lulusan terbaik.
Selepas kelulusan di HBS Agus Salim bekerja sebagai staf konsulat Belanda di Jeddah.
Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri Indonesia pada kabinet presidensia dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir adalah seorang intelektual, perintis, dan revolusioner. Dia juga dikenal sebagai perdana menteri pertama Indonesia.Semasa menjadi perdana menteri, Sutan Sjahrir sempat diculik pada 26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan. Kelompok ini tidak puas atas diplomasi yang dilakukan Kabinet Sjahrir II denganBelanda karena dinilai merugikan perjuangan Indonesia.
Pada 2 Oktober 1946 Soekarno menunjuk kembali Sjahrir sebagai Perdana Menteri agar dapat melanjutkan Perundingan Linggarjati yang akhirnya ditandatangani pada 15 November 1946.
Sjahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Dia konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur diplomasi. Sjahrir tak ingin konyol menghadapi tentara sekutu yang dari segi persenjataan jelas jauh lebih canggih.
Mohamad Roem
Mr. Mohammad Roem adalah seorang diplomat dan salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama masa kepemimpinan Presiden Soekarno, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan kemudian Mendagri.Selama Revolusi, ia adalah seorang anggota delegasi Indonesia di Perundingan Linggarjati 1946) dan Perjanjian Renville (1948). Pada tahun 1949, ia juga pemimpin delegasi di Perjanjian Roem-Roijen yang membahas batas Indonesia dan ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Soedjatmoko
Ia merupakan tokoh kelahiran Sawahlunto yang lahir pada 10 Januari 1922. Soedjatmoko merupakan tokoh yang ikut serta dalam perwakilan RI untuk sidang PBB 1947 yang tidak memiliki gelar akademis, namun pemikirannya tak dapat diragukan. Meski tak mempunyai gelar akademik formal, ia mendapatkan banyak gelar doktor kehormatan dari universitas luar negeri. Ia banyak berbicara menyuarakan Indonesia di forum internasional dari segi politik, ekonomi, hingga sosial budaya.Charles Tambu
Charles Tambu adalah wakil pemerintah Indonesia dalam diplomasi internasional meskipun ia bukan orang Indonesia asli. Ia terkenal sebagai salah satu wakil Indonesia pada sidang keamanan PBB yang diadakan pada 14 Agustus 1947 bersama Soemitro Djojohadikusumo, Sutan Sjahrir, H. Agus Salim dan Soedjatmoko.Meski bukan orang Indonesia asli, ia telah membela nama Indonesia di berbagai forum internasional. Perjuangan Charles Tambu di PBB untuk mempertahankan pemerintahan Indonesia yang baru merdeka pada 17 Agustus 1945, berujung pada pemberian paspor Indonesia gratis dari Presiden Soekarno.
Lambertus Nicodemus Palar
Mr Lambertus Nicodemus Palar adalah seorang diplomat dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk PBB, India, Jerman Timur, Uni Soviet, Kanada dan Amerika Serikat.Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.
Pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia, Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu dia hanya mendapat gelar "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu. Setelah Agresi Militer II yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB, Perjanjian Roem Royen disetujui yang kemudian diikuti dengan Konferensi Meja Bundar dan dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Indonesia menjadi anggota ke-60 di PBB pada 28 September 1950. Pada saat berpidato di muka Sidang Umum PBB sebagai Perwakilan Indonesia di PBB paling pertama, Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB.
Soemitro Djojohadikusumo
Soemitro merupakan tokoh ekonom terkenal di Indonesia. Ia menempuh pendidikannya di Belanda dan Paris. Sekembalinya dari Belanda ia diangkat menjadi staf perdana menteri RI kala itu, Sutan Sjahrir. Ia juga merupakan mantan Menteri Keuangan RI.Kontribusinya dalam sidang PBB 1947 adalah dengan mengusulkan diadakannya Komisi Pengawas Perdamaian antara Indonesia dan Belanda. Ketokohannya dan kontribusinya bagi bangsa Indonesia juga diturunkan pada anak kandungnya yang kini menjadi salah satu tokoh bangsa terkemuka yang memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id