Mahkamah Konstitusi Thailand akan mengeluarkan putusan atas gugatan dari Pheu Thai, partai oposisi terbesar di parlemen negara tersebut, pada Rabu ini, 2 Desember 2020. MK Thailand akan memutuskan apakah PM Prayuth telah melanggar aturan karena tetap tinggal di kediaman militernya meski sudah pensiun dari kemiliteran pada September 2014.
Dilansir dari laman TRT World, putusan MK Thailand akan keluar saat PM Prayuth menghadapi masalah besar lainnya, yakni gerakan pro-demokrasi yang menuntut reformasi masif untuk internal pemerintahan maupun keluarga kerajaan.
Selain desakan reformasi, para pengunjuk rasa pro-demokrasi yang didominasi pemuda itu juga mendesak agar PM Prayuth untuk segera mundur dari jabatannya.
Baca: Demonstran Thailand Serukan Reformasi di Luar Markas Militer
Sebagai seorang perwira militer, Prayuth memimpin jalannya kudeta pada Mei 2014 yang menggulingkan pemerintahan di bawah partai Pheu Thai. Ia kemudian memimpin junta militer yang berkuasa selama lima tahun, untuk kemudian menjadi perdana menteri.
Pemilihan umum Thailand tahun lalu menjadikan sebuah partai proksi yang dibentuk militer berkuasa. Partai itu kemudian memilih Prayuth untuk menjabat posisi PM.
Para aktivis pro-demokrasi meyakini pihak militer telah merusak demokrasi di Thailand. Mereka juga menilai Raja Maha Vajiralongkorn memiliki terlalu banyak wewenang dan pengaruh di sebuah negara yang menganut sistem monarki konstitusional demokratis.
Gelombang protes di Thailand yang telah berlangsung selama berbulan-bulan menyerukan reformasi menyeluruh. Para demonstran ingin monarki Thailand tidak bertindak semaunya dan bertanggung jawab terhadap apapun langkah yang diambil.
Selama ini, mengkritik monarki Thailand dianggap sebagai tabu, dan komentar yang dianggap menghina keluarga kerajaan dapat berujung pada vonis 15 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News