Retno mengatakan setelah vaksin dan obat selesai dikembangkan dan diuji klinis, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah harganya akan terjangkau. Hal tersebut, kata Retno, yang sedang diperjuangkan Indonesia saat ini.
"Diplomasi Indonesia aktif memperkuat multilateralisme dengan tujuan utama mewujudkan akses berkeadilan bagi negara-negara berkembang dan low-development countries terhadap vaksin dan obat-obatan dengan harga terjangkau," kata Retno dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu 29 April 2020.
Ia menegaskan, Indonesia akan terus mendorong pemanfaatan semua fleksibilitas yang ada mengenai vaksin internasional. Pesan seperti itu, kata Retno, disampaikan dalam pertemuan Grup Koordinasi Menteri Luar Negeri Internasional mengenai Covid-19 (ICGC) yang diikuti 11 negara.
Kesebelas negara itu adalah Kanada, Jerman, Prancis, Inggris, Australia, Indonesia, Singapura, Afrika Selatan, Brasil, Turki, dan Peru.
Sementara itu, dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada akhir pekan lalu, terdapat tujuh vaksin yang sudah masuk uji klinis. Vaksin tersebut adalah Adenovris Type 5 Vector, ChAdOx1, DNA Plasmid Vaccine dengan electroporation, Inactivated, Inactivated+Alum, mRNA, dan LNP-encapsulated mRNA.
Tujuh vaksin itu dikembangkan berbagai lembaga penelitian dari Universitas Oxford di Inggris, Moderna Inc di Amerika Serikat, hingga Beijing Institute of Biotechnology di Tiongkok.
Indonesia, imbuh Retno, juga masuk dalam perkumpulan negara yang tergabung dengan inisiatif WHO dalam mencari pengobatan yang tepat terhadap pasien korona, yakni Solidarity Trial WHO. Retno mengatakan penelitian ini melakukan perbandingan dengan menggunakan empat jenis obat-obatan yang sedang diuji coba.
Obat-obatan tersebut adalah Remdicivir, Liponavir/Ritonavir, Liponavir/Ritonavir yg dikombinasikan dgn Interferon Beta 1A, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News