Menurut Hikmahanto, berbagai upaya telah dilakukan. Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia atas agresi ke Ukraina.
Baca: Ukraina Minta Turki Melarang Kapal Rusia Melintas Selat Bosphorus
Namun sanksi tersebut tidak akan efektif karena tiga alasan. Pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elite dalam waktu enam bulan bahkan satu tahun ke depan.
Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat bergantung pada banyak negara.
Ketiga, Rusia akan dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh Tiongkok yang melihat potensi keuntungan secara finansial.
“Penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB pun akan tidak membuahkan hasil mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan Anggota Tetap yang memiliki hak veto,” ujar Hikmahanto melalui keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Jumat, 25 Februari 2022.
“Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia,” tegasnya.
“Satu-satunya upaya terbuka untuk penyelesaian damai adalah melalui Majelis Umum (MU) PBB. Dalam MU PBB semua tidak ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu suara yang sama. Disamping dalam MU PBB semua negara anggota bisa berperan,” imbuh Hikmahanto.
Dalam sejarahnya MU PBB pernah melaksanakan tugas menjaga perdamaian. Pada 1950 saat pecah perang di Semenanjung Korea, MU PBB mengeluarkan resolusi yang disebut sebagai Uniting For Peace.
Resolusi tersebut dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera melakukan gencatan senjata. Bila seruan ini tidak digubris maka MU PBB dapat memberi mandat kepada negara-negara untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak mematuhi gencatan senjata.
Tentu proses di MU PBB harus diinisiasi oleh sebuah negara anggota PBB. Indonesia dapat mengambil peran ini mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi G-20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia.
Presiden Jokowi dapat mengutus Menlu Retno Marsudi untuk melakukan shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak, termasuk Presiden MU dan Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, Menlu negara-negara Eropa Barat dan AS.
“Menlu juga perlu melakukan pembicaraan dgn Menlu berbagai negara di Asia Afrika Eropa Timur hingga Amerika Latin, mengingat bila saling serang yang terjadi di Ukraina dibiarkan terus akan menjadi cikal bakal Perang Dunia III,” pungkas Hikmahanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News