"Ini bukan hukuman, tapi langkah menjaga integritas dan kredibilitas pemimpin sembilan negara anggota ASEAN, yang sudah melalui proses panjang untuk mencapai konsensus lima poin," kata Saifuddin dalam bincang-bincang bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Rabu, 20 Oktober 2021.
Saifuddin mengatakan keputusan tersebut diambil untuk keadilan bagi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof. Menurut Saifuddin, Erywan sudah melakukan berbagai upaya untuk menjalankan mandat ASEAN.
"Kami kecewa karena di satu sisi, Myanmar sangat lambat dalam memfasilitasi kunjungan Erywan ke Myanmar. Bahkan, jelang kunjungannya, mereka menambahkan syarat baru untuk Erywan," seru Saifuddin.
Ia menyampaikan Negeri Jiran sangat tegas menyatakan bahwa utusan khusus ASEAN harus diizinkan bertemu dengan pemimpin yang digulingkan, Aung San Suu Kyi. Namun, junta Myanmar malah tidak memperbolehkannya bertemu.
Saifuddin menjelaskan Myanmar tidak bekerja sama dengan ASEAN dalam memenuhi kewajibannya sebagai anggota kelompok tersebut. Karenanya, keputusan ini diambil para negara anggota.
Baca: ASEAN Tak Undang Junta Myanmar ke KTT, Langkah Tepat atau Sebaliknya?
"Saya rasa sudah sepantasnya keputusan ini diambil ASEAN," ucapnya.
Pekan lalu, para menteri luar negeri ASEAN berkumpul untuk pertemuan darurat terkait Myanmar. Dari pertemuan tersebut diputuskan, tidak akan mengundang pemimpin junta Myanmar.
"Karena tidak ada kemajuan yang cukup, serta kekhawatiran atas komitmen Myanmar, khususnya dalam membangun dialog konstruktif di antara semua pihak terkait, beberapa negara anggota ASEAN merekomendasikan agar memberi ruang kepada Myanmar untuk memulihkan urusan dalam negerinya dan kembali normal," kata Brunei Darussalam sebagai ketua dalam pernyataan bersama ASEAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News