"Hanya saja tidak seharusnya kapal milter Tiongkok berada di laut lepas, kecuali sedang melakukan pelayaran untuk melakukan perlintasan. Ini mengingat kapal militer ditujukan untuk memprtahankan wilayah kedaulatan negara," ucap Hikmahanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Sabtu, 18 September 2021.
Menurut Hikmahanto, keberadaan kapal militer Tiongkok kemungkinan untuk menandingi kapal-kapal perang Indonesia yang berada di laut lepas dalam rangka penegakan hukum di ZEE dan melakukan penangkapan terhadap pelanggaran yang dilakukan nelayan-nelayan Negeri Tirai Bambu.
Perlu dipahami, lanjut Hikmahanto, bahwa para nelayan Tiongkok dalam perspektif pemerintahan pusat di Beijing tidak melakukan illegal fishing karena merasa menangkap ikan di "traditional fishing ground" berdasarkan klaim sembilan garis putus-putus.
"Bagi Indonesia, menghadapi intimidasi kapal Tiongkok tidak mungkin dengan mengerahkan kekuatan Angkatan Laut maupun melakukan pengusiran, karena keberadaan kapal perang tersebut berada di laut lepas," sebut Hikmahanto.
Ia menilai kapal Tiongkok masih akan terus berlalu lalang di laut lepas dekat ZEE Indonesia. Ini mengingat Tiongkok tidak mau melepas klaim sembilan garis putus-putus yang sejak 2016 dinyatakan Pengadilan Arbitrase tidak memiliki dasar berdasarkan UNCLOS.
"Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah mengerahkan kapal-kapal Bakamla untuk memunculkan rasa aman dan ketenangan bagi para nelayan Indonesia dalam menangkap ikan di ZEE," tutur Hikmahanto.
"Pemerintah juga perlu mendorong para nelayan untuk membanjiri dan mengeksploitasi ZEE di Natuna Utara dengan memberi subsidi dan insentif," pungkasnya.
Baca: Kepala Bakamla Minta Nelayan Lapor Atas Gangguan Kapal Tiongkok
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News