Kombinasi dari dua tipe vaksin tersebut diyakini dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap Covid-19. Para peneliti Duke-NUS Medical School mengatakan bahwa tipe inactivated dan mRNA memiliki kenggulannya masing-masing.
Dalam studi universitas di Singapura tersebut, ditemukan fakta bahwa vaksin inactivated seperti Sinopharm dan Sinovac, yang digunakan secara luas di Asia, dan vaksin mRNA dari Pfizer-BioNTech dan Spikevax dari Moderna, memicu respons sel-T yang berbeda dalam melawan Covid-19.
Dikutip dari The Straits Times, Senin, 14 November 2022, vaksin inactivated -- teknologi lama yang digunakan dalam vaksin polio dan influenza -- dibuat dari virus yang mati, berbeda dari mRNA yang menggunakan sebagian materi genetik virus untuk merangsang respons kekebalan tubuh.
Sementara vaksin mRNA menginduksi sel-T, sejenis sel darah putih yang menargetkan protein lonjakan virus corona, vaksin inactivated menimbulkan respons imun yang lebih luas terhadap berbagai protein pada virus.
Menurut Anthony Tanoto Tan, seorang peneliti senior di Duke-NUS, vaksin inactivated mungkin kurang baik dalam mencegah infeksi Covid-19, namun dapat berperan dalam mencegah gejala parah.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa vaksin mRNA membantu pasien menghasilkan jumlah antibodi yang jauh lebih besar dibandingkan jenis inactivated. Namun, varian yang lebih baru dari Covid-19 terbukti lebih mahir dalam menghindari respons antibodi, kata Dr Tan.
"Artinya, mungkin kita harus berhenti berpikir untuk mencegah infeksi, dan kita harus mulai memikirkan (bagaimana) vaksin (dapat mencegah) gejala parah," katanya.
Tim peneliti membandingkan respons imun sel-T pada sekitar 500 sampel darah dari lebih dari 130 orang yang menerima vaksin Sars-CoV-2 dan vaksin spike mRNA yang tidak aktif.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal medis Cell Reports Medicine pada bulan Oktober ini menemukan bahwa vaksin mRNA dapat menginduksi sel-T yang menargetkan protein lonjakan SARS-CoV-2, yang mengandung banyak mutasi pada varian Omicron.
Namun, vaksin inactivated merangsang respons sel T yang luas, tidak hanya terhadap protein lonjakan virus, tetapi juga membran dan nukleoprotein, yang memiliki lebih sedikit mutasi pada varian Omikron.
Studi ini menambah wawasan penting bagi pemahaman masyarakat mengenai kekebalan terhadap Covid-19, kata Dr Leong Hoe Nam, pakar penyakit menular di Pusat Spesialis Mount Elizabeth Novena. Namun menurutnya, vaksin inactivaed mungkin tidak terlalu bermanfaat untuk digunakan sebagai booster.
Tim peneliti Duke-NUS menyerukan penelitian lanjutan dengan lebih banyak relawan untuk lebih membandingkan kemampuan respons sel yang diinduksi vaksin inactivated dan mRNA dalam mengurangi keparahan infeksi Covid-19. (Mustafidhotul Ummah)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id.
Baca: 84% Pasien Covid-19 Meninggal Belum Divaksin Booster
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News