Dalam sebuah di Phnom Penh, Kamboja pada Jumat kemarin, para pemimpin ASEAN menyetujui sebuah rencana perdamaian terkait isu Myanmar. Tanggung jawab terbesar berada di pundak Indonesia yang akan mengambil alih kursi kepemimpinan ASEAN di tahun 2023.
Sebagai ketua ASEAN tahun depan, Indonesia didorong untuk mengembangkan indikator terukur dan rentang waktu bagi Myanmar agar negara tersebut mau mematuhi Lima Poin Konsensus, sebuah kesepakatan yang telah disetujui semua anggota ASEAN tahun lalu.
Indonesia telah menjadi salah satu negara ASEAN yang paling blak-blakan mengenai perlunya berbuat lebih banyak dalam mengatasi krisis di Myanmar.
Dikutip dari laman ABC News, Guterres mengatakan kepada awak media bahwa dirinya merasa bahwa "Pemerintah Indonesia akan dapat mendorong agenda (perdamaian di Myanmar) dengan cara yang positif."
Baca: Presiden Jokowi Sampaikan Sikap Indonesia atas Isu Myanmar
Keputusan ASEAN yang diumumkan Jumat kemarin meliputi permintaan bantuan kepada PBB dan "mitra eksternal" lainnya dalam mendukung upaya-upaya organisasi di Asia Tenggara tersebut.
Guterres mengatakan dirinya berharap Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, akan bekerja sama secara erat dengan mitra ASEAN untuk mengakhiri "pelanggaran dramatis hak asasi manusia" di Myanmar.
"Semua orang telah gagal dalam kaitannya dengan (isu) Myanmar," kata Guterres. "Komunitas internasional secara keseluruhan telah gagal, dan PBB adalah bagian dari komunitas internasional," sambungnya.
Rencana perdamaian ASEAN dalam 5 Poin Konsensus menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog antar semua pihak, mediasi utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu semua pihak.
Pemerintah Myanmar menyetujui rencana tersebut tahun lalu, namun implementasinya masih sangat kurang hingga saat ini.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News