Hakim ICC mengizinkan penyelidikan penuh terhadap kampanye anti-narkotika Duterte, yang menurut kelompok hak asasi manusia telah menewaskan puluhan ribu orang. Hakim menyebut kampanye itu menyerupai serangan tidak sah dan sistematis terhadap warga sipil.
"Duterte tidak akan bekerja sama karena pertama, Filipina telah meninggalkan Statuta Roma, sehingga ICC tidak lagi memiliki yurisdiksi atas negara", kata kepala penasihat hukum presiden, Salvador Panelo kepada radio lokal DZBB, dilansir dari AFP, Kamis, 16 September 2021.
"Pemerintah tidak akan membiarkan anggota ICC mengumpulkan informasi dan bukti di sini di Filipina. Mereka akan dilarang masuk," tegasnya.
Baca juga: Mantan Kepala Polisi Filipina Jadi yang Pertama Nyapres untuk 2022
Duterte menarik Manila keluar dari pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda itu setelah ICC meluncurkan penyelidikan awal. Namun, ICC mengatakan memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan saat Filipina masih menjadi anggota.
Kelompok-kelompok hak asasi, pengacara dan kerabat orang-orang yang tewas dalam perang narkoba tersebut menyambut baik keputusan ICC.
Duterte terpilih pada tahun 2016 dengan janji kampanye untuk memberantas masalah narkoba Filipina. Secara terbuka ia memerintahkan polisi untuk membunuh para tersangka narkoba jika nyawa petugas dalam bahaya.
Dari data resmi yang dirilis Filipina, sebanyak 6.181 orang tewas dalam lebih dari 200 ribu operasi anti-narkoba yang dilakukan sejak Juli 2016.
Jaksa ICC dalam berkas-berkas pengadilan memperkirakan angkanya antara 12.000 hingga 30.000 orang tewas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News