"Masyarakat tidak siap untuk menggunakan PR. Selama militer ada di Parlemen dan Konstitusi tidak berubah, kami tidak mendukung peralihan ke PR," kata anggota Komite Eksekutif Pusat Khin San Hlaing dari NLD.
Baca: 54 Orang Tewas, PBB Desak Militer Myanmar Berhenti Bunuh Pedemo.
Dilansir dari Irrawaddy, Kamis, 4 Maret 2021, Komisi Pemilihan Umum (UEC) yang ditunjuk militer, meminta partai politik untuk memberikan masukan mereka tentang cara-cara mengganti First Past the Post System (FPTP) dengan sistem PR. Mereka bertemu dengan 51 partai politik dan membahas ini.
Pertemuan tersebut diboikot oleh partai-partai besar, termasuk NLD.
"Myanmar belum siap untuk PR. Ini sudah diusulkan pada Parlemen (diu bawah pemerintahan U Thein Sein) untuk beralih ke PR, tapi Parlemen menolak proposal tersebut," kata Khin San Hlaing.
Tak hanya NDL, partai-partai besar lainnya juga menolak peralihan sistem pemilu tersebut.
Partai besar yang berbasis di Negara Bagian Shan, Liga Kebangsaan Shan untuk Demokrasi (SNLD), yang memenangkan 15 kursi di Parlemen Persatuan dan 27 kursi di Parlemen Negara Bagian Shan mengatakan, tidak akan menjawab permintaan UEC untuk masukan tentang PR.
"Kami tidak menghadiri pertemuan UEC karena kami tidak mengakui dewan militer. Dan kami tidak punya alasan untuk membalas proposal PR mereka," ucap Sekretaris Jenderal Sai Leik dari SNLD.
Partai Nasional Ta'ang (TNP), sebuah partai yang populer di kalangan etnis Ta'ang, menyatakan tidak akan menerima PR.
"Sistem PR belum sesuai di daerah etnis. Ada banyak pemilih yang buta huruf di Myanmar. Jika PR akan dipraktikkan, penting agar pilihan yang benar dibuat. Karena mereka bahkan tidak bisa membaca namanya, bisa jadi banyak yang salah," seru Ketua TNP, Aik Mone.
Ia menambahkan Representasi partai etnis di Parlemen bisa dipengaruhi oleh perpindahan ke PR.
Militer Myanmar memegang 25 persen kursi di badan legislatif nasional dan sub-nasional di bawah Konstitusi 2008, dan hanya 75 persen yang terpilih. Analis politik mengatakan kekuatan demokrasi akan kehilangan pijakan di Parlemen di bawah PR.
Pasalnya sekitar 30 partai politik dari 90 partai politik di Myanmar diyakini sebagai sekutu militer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News