Ini merupakan pemadaman internet keempat di Myanmar sejak terjadinya kudeta pada 1 Februari lalu. Pemadaman dipandang sebagai upaya militer Myanmar atau Tatmadaw dalam membungkam suara kritik di dunia maya.
Tanda-tanda pemutusan internet sudah terlihat usai sebuah penyedia layanan mengatakan kepada BBC Burmese bahwa akses daring menuju situs berita tersebut telah terblokir.
Pemadaman terbaru ini sesuai dengan pola yang berupaya mengganggu gerakan menentang kudeta. Kudeta di Myanmar pada awal Februari dimulai dengan penahanan sejumlah pejabat tinggi, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Akses ke media sosial Facebook di Myanmar ditutup tak lama usai kudeta. Setelahnya, warga Myanmar juga kesulitan mengakses Twitter dan Instagram.
Baca: Militer Myanmar Terjunkan Kendaraan Lapis Baja dan Putus Internet
Layanan telekomunikasi Telenor mengatakan bahwa pihaknya tidak akan lagi melaporkan situs-situs apa saja yang terkena pemblokiran. Telenor mengatakan kepada AFP situasi terkini di Myanmar "membingungkan dan tidak jelas," dan juga menegaskan bahwa keamanan para karyawannya adalah "prioritas utama."
Kehadiran militer di tengah penentangan kudeta mulai meningkat. Di banyak lokasi strategis, jajaran prajurit mulai menggantikan peran polisi.
Di kota Yangon, delapan kendaraan lapis baja terlihat berusaha menavigasi arus lalu lintas. Dalam beberapa kesempatan, sejumlah mobil warga membunyikan klakson dengan keras di dekat kendaraan militer sebagai bentuk protes.
Unjuk rasa di Yangon terkonsentrasi di area bank sentral, kedutaan Tiongkok dan Amerika Serikat, serta markas partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) milik Suu Kyi.
Sementara di kota Mandalay, terdapat laporan adanya petugas yang menembakkan peluru karet ke arah pengunjuk rasa pada Senin kemarin. Myo Ko Ko, seorang aktivis mahasiswa, mengatakan kepada BBC mengapa ia dan teman-temannya tetap turun ke jalan meski berisiko terkena tembakan petugas.
"Kami sangat meyakini demokrasi dan hak asasi manusia. Kami tahu turun ke sini berisiko," ucapnya.
"Saya harus berpindah-pindah pada setiap harinya karena terus digeledah polisi. Kami berharap komunitas internasional mau membantu kami," lanjut Myo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News