Jakarta: Pangdam XVIV/Cenderawasih Mayjen TNI lzak Pangemanan mengatakan bahwa Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Kevin Jeffry Burnet menyerahkan proses pembebasan salah satu warganya yang disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, Philip Mark Mehtrens, ke Pemerintah Indonesia.
Menurut Izak, Dubes Kevin memohon agar Pemerintah Indonesia dapat meneruskan proses pembebasan Philip, yang merupakan salah satu pilot dari maskapai Susi Air.
“Tindakan Duta Besar Selandia Baru sangat aneh, seolah negara tidak peduli dan tidak lagi memberi perlindungan kepada warga negaranya sendiri,” ucap Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id pada Selasa, 26 Maret 2024.
Hikmahanto menilai, sikap 'lepas tangan' Selandia Baru bertolak belakang dengan berbagai kebijakan yang diambil banyak negara lain ketika warganya menjadi sandera di negara lain.
Sejatinya, lanjut dia, negara wajib memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang disandera, termasuk meminta izin kepada pemerintah setempat untuk melakukan operasi pembebasan.
“Ini yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat penumpang dan kru pesawat Garuda Woyla disandera di Bangkok,” sebut Hikmahanto.
“Pemerintah Indonesia juga berupaya keras untuk membebaskan kru stasiun TV swasta yang salah satunya saat ini menjadi Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Irak,” sambung Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
Negara Melindungi Warga
Kasus lain adalah saat para diplomat Amerika Serikat (AS) disandera ketika terjadinya revolusi Iran yang mengulingkan pemerintahan.
Israel juga membebaskan warganya yang disandera oleh pembajak pesawat Air France yang dipaksa mendarat di Entebbe, Uganda. Operasi pembebasan dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah setempat.
Masih banyak lagi contoh negara melakukan berbagai upaya ketika warganya disandera.
Hikmahanto mengatakan bahwa memang pernah terjadi di mana pemerintah warga negaranya menyerahkan kepada pemerintah setempat untuk melaksanakan pembebasan sandera. Ini dilakukan setelah berbagai upaya gagal dilaksanakan, termasuk meminta bantuan organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah Internasional.
Presiden terpilih Prabowo Subianto, misalnya, pernah memimpin pasukan untuk membebaskan warga negara asing di Papua yang disandera kelompok Organisasi Papua Merdeka setelah Palang Merah Internasional gagal melakukan mediasi.
“Lalu apa yang menjadi motif pemerintah Selandia Baru saat ini untuk menyerahkan operasi pembebasan terhadap warganya? Apakah pemerintah Selandia Baru telah berupaya mengontak para penyandera melalui lobi-lobi mereka? Apakah pemerintah Selandia Baru telah meminta bantuan Palang Merah Internasional?” tanya Hikmahanto.
Apa pun alasan dan upaya yang telah dilakukan Pemerintah Selandia Baru hingga saat ini, lanjut Hikmahanto, maka satu hal yang perlu dicermati yaitu operasi pembebasan tidak boleh menjadi beban bagi Indonesia. Baik beban finansial, beban reputasi internasional atau beban yang mungkin ditimpakan oleh rakyat Selandia Baru ketika operasi pembebasan gagal.
Beban Operasi
Untuk diketahui, operasi pembebasan sangat membutuhkan biaya, terkadang nyawa.
“Bila setiap warga asing yang memasuki wilayah tertentu di Papua sudah diperingati oleh pemerintah untuk tidak masuk namun berkeras untuk masuk dan mengalami penyanderaan oleh KKB, maka berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia setiap kali terjadi penyanderaan? Apakah wajar bila biaya ini ditanggung oleh pajak rakyat Indonesia?” tanya Hikmahanto lagi.
Biaya ini sudah seharusnya menjadi tanggungan pemerintah dari warga negara yang disandera, dalam hal ini Selandia Baru.
Selanjutnya, operasi pembebasan tidak boleh mencederai reputasi Indonesia di mata internasional bila menemui kegagalan. Pemerintah Indonesia pun tidak perlu mempunyai beban reputasinya buruk dan akan menjadi sorotan dunia ketika melakukan operasi pembebasan sandera.
“Pemerintah Selandia Baru sudah sewajarnya menyampaikan kepada dunia bahwa operasi pembebasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia merupakan opsi terbaik dan tidak seharusnya dunia berpandangan negatif terhadap Indonesia, utamanya dikaitkan dengan isu Papua,” ungkap Hikmahanto.
“Rakyat Selandia Baru, khususnya keluarga penyandera tidak boleh menyalahkan pemerintah Indonesia bila ternyata operasi pembebasan gagal.”
“Untuk itu, sudah sewajarnya bila pemerintah Selandia Baru memberi tahu secara dini kepada keluarga Philip Mark Mehrtens dan menyampaikan secara terbuka kepada rakyat di Selandia Baru,” pungkas Hikmahanto.
Baca juga: Kepada Selandia Baru, Menlu RI Jelaskan Proses Pembebasan Kapten Susi Air
Cek Berita dan Artikel yang lain di