Sebanyak 23 pemimpin demo menghadapi dakwaan di bawah Undang-undang Pencemaran Nama Baik Kerajaan. Pasalnya, demo yang berlangsung sejak pertengahan tahun ini menuntut reformasi monarki dan pengawasan lebih cermat terhadap pengaturan keuangan keluarga kerajaan.
UU leste majeste kerajaan yang melindungi Raja Maha Vajiralongkron dari kritik ini dapat menghukum siapapun yang melanggar dengan hukuman tiga hingga 15 tahun penjara.
Baca juga: Demonstran Thailand Serukan Reformasi di Luar Markas Militer
Di antara aktivis yang demo di depan kantor PBB di Thailand, hadir Somyot Prueksakasemsuk, 59. Ia merupakan aktivis yang sebelumnya menghabiskan tujuh tahun penjara dengan dakwaan lese majeste karena menerbitkan satir tentang keluarga kerajaan.
"Ini tidak baik untuk citra monarki di Thailand," katanya dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 10 Desember 2020.
"Mereka yang divonis pencemaran nama baik diperlakukan seperti binatang di penjara," imbuhnya.
Kejahatan Lese majeste telah tercatat selama lebih dari satu abad di Thailand, tetapi terakhir kali diperkuat pada 1976. Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha mengatakan penggunaan UU tersebut melambat sejak 2018.
Menurut perdana menteri, hal tersebut karena belas kasihan raja. Namun, per bulan lalu ia memberi lampu hijau untuk menerapkan kembali UU itu.
Pemimpin protes Parit "Penguin" Chiwarak, yang didakwa berdasarkan UU itu mengungkapkan kekhawatiran jika hukum itu menciptakan keretakan politik yang lebih besar antara sebagian besar aktivis demokrasi muda dan pendukung konservatif monarki.
"Dalam sistem demokrasi tidak perlu ada serangan hukum. Kita bisa berbeda pendapat dan hidup bersama," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News