"Dua kasus dengan BA.5 dan satu kasus dengan subvarian BA.2.12.1 ditemukan," katanya dalam cuitan di Twitter.
Dilansir dari Channel News Asia, Khairy mencatat bahwa subvarian dikategorikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai garis keturunan yang terpantau di bawah varian Omicron.
"Sejauh ini, faktor risikonya tetap sama," ucap Khairy.
Kedua varian dilaporkan lebih merupakan versi yang dapat ditularkan dari virus korona asli.
Baca juga: Malaysia Hapus Tes Covid-19 untuk Pelancong, Masker Tak Lagi Wajib
Varian BA.2 dan subvarian BA.2.12.1-nya diperkirakan membentuk lebih dari 90 persen varian covid-19 di Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada April lalu.
Varian BA.5 pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan, di mana ia juga dominan. Ini sering dibahas bersama dengan varian BA.4 karena kesamaan genetik.
Malaysia melaporkan 1.887 kasus baru covid-19 pada Kamis kemarin.
Dalam sebuah video yang diunggah ke akun Twitter WHO, Khairy ditanya mengenai cara Malaysia menggunakan ilmu perilaku dalam kampanye vaksinasi covid-19.
Ia menjawab, Malaysia harus memastikan bahwa arsitektur pilihan yang dirancang Kementerian Kesehatan memutuskan mereka ingin divaksinasi tanpa 'gesekan' apapun.
"(Kemenkes) tahu akan ada keragu-raguan (mendapatkan vaksin covid-19)," tuturnya.
"Buat (vaksinasi) mudah bagi mereka (Malaysia), buat itu bisa dimengerti, terjemahkan ke dalam dialek sebanyak mungkin, buat petugas kesehatan publik pergi ke komunitas yang terpinggirkan jauh di pedalaman untuk membawa vaksin kepada mereka," imbuh Khairy.
Ilmu perilaku adalah garis pertahanan pertama untuk perawatan kesehatan masyarakat, tambah Khairy.
"Jika Anda bisa membuat orang berperilaku berbeda untuk memiliki perilaku mencari kesehatan, melakukan vaksinasi, maka ini akan sangat memperkuat segala sesuatu yang lain dalam sistem perawatan kesehatan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News