Pasukan Myanmar berjaga di Jembatan Sagaing, Mandalay. Foto: AFP
Pasukan Myanmar berjaga di Jembatan Sagaing, Mandalay. Foto: AFP

Tentara Myanmar Bunuh 11 Warga dan Membakar Mayatnya

Fajar Nugraha • 09 Desember 2021 07:27
Yangon: Tentara Myanmar dituduh mengumpulkan 11 orang di sebuah desa di daerah pusat negara yang dilanda perselisihan itu sebelum menembak dan membakar tubuh mereka. Kekejaman ini disampaikan penduduk di daerah itu dan laporan media.
 
Jenazah hangus ditemukan di sebuah desa di Sagaing, daerah yang menjadi saksi pertempuran sengit antara pasukan keamanan dan milisi yang dibentuk oleh penentang kekuasaan militer sejak kudeta 1 Februari. Para penduduk mengatakan bahwa beberapa korban masih hidup ketika dibakar.
 
Rekaman video yang dimaksudkan untuk menunjukkan mayat-mayat yang terbakar itu beredar di media sosial dan gambar-gambarnya dipublikasikan oleh beberapa media termasuk portal berita Myanmar Now.

Media asing tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian rekaman atau klaim tentang bagaimana 11 orang tewas, dan juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.
 
Seorang relawan pekerja bantuan di daerah itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan, melalui telepon bahwa pasukan telah memasuki desa Don Taw pada Selasa 7 Desember pagi waktu setempat, dan para korban tewas sekitar pukul 11.00 pagi hari itu.
 
"Pasukan itu secara brutal membunuh siapa saja yang bisa mereka temukan," kata sukarelawan itu, dikutip dari Channel News Asia, Kamis 9 Desember 2021.
 
“Tidak jelas apakah para korban adalah anggota milisi atau warga sipil biasa,” imbuhnya.
 
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih secara demokratis Aung San Suu Kyi pada Februari. Protes pun kemudia meluas dan memicu pembentukan milisi, yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), untuk menghadapi tentara yang diperlengkapi dengan baik.
 
Kyaw Wunna, seorang anggota PDF di wilayah tersebut mengatakan, melalui telepon bahwa pasukan telah tiba dengan menembakkan senjata, dan mereka yang ditahan dibawa ke sebuah lapangan dekat desa sebelum dibunuh.
 
Pekerja sukarelawan bantuan lainnya mengatakan bahwa sekitar 3.000 orang telah melarikan diri dari lima desa di daerah itu dan bersembunyi, takut akan lebih banyak penangkapan dan pembunuhan.
 
Seorang kerabat dari salah satu korban mengatakan bahwa orang yang tewas, Htet Ko, adalah seorang mahasiswa berusia 22 tahun dan bukan anggota milisi dan tidak bersenjata.
 
"Ini tidak manusiawi. Saya merasakan sakit yang dalam di hati saya," ucap kerabatnya, yang mengatakan bahwa pria itu mencoba melarikan diri, tetapi terluka oleh tembakan.
 
Dr Sasa, juru bicara pemerintah sipil bayangan Myanmar yang dibentuk setelah kudeta, menuduh bahwa para korban telah "diikat, disiksa, dan akhirnya dibakar hidup-hidup".
 
Dalam sebuah posting di media sosial, dia mencantumkan apa yang dia katakan sebagai nama 11 orang, semuanya laki-laki dan termasuk anak laki-laki berusia 14 tahun.
 
"Serangan-serangan mengerikan ini menunjukkan bahwa militer tidak menghargai kesucian hidup manusia," tegasnya.
 
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok pemantau yang dikutip oleh PBB mengatakan, lebih dari 10.700 warga sipil telah ditahan dan 1.300 dibunuh oleh pasukan keamanan sejak militer merebut kekuasaan.
 
Militer mengatakan bahwa AAPP bias dan menggunakan data yang berlebihan, dan ratusan tentara juga tewas.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan