Presiden pendahulunya, Rodrigo Duterte telah menandatangani kesepakatan senilai USD216 juta (Rp3,3 triliun) untuk 16 helikopter Mi-17. Namun, kesepakatan ini mundur dalam beberapa bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina dan pengenaan sanksi luas terhadap Moskow.
Media lokal mengutip Duta Besar Rusia untuk Filipina yang mengatakan bahwa kesepakatan itu masih berlaku. Tapi Marcos Jr mengatakan kesepakatan itu sudah mati.
“Kami telah mendapatkan pasokan alternatif (untuk helikopter angkat berat) dari Amerika Serikat,” kata Marcos Jr, dikutip dari Straits Times, Jumat, 21 Oktober 2022.
"Sayangnya, kami melakukan pembayaran uang muka (kepada pabrikan Rusia) yang kami harapkan untuk dinegosiasikan untuk mendapatkan setidaknya persentase dari itu kembali,” tambahnya.
Menurutnya, kesepakatan yang ada telah dibatalkan pada awal atau pertengahan tahun. Duta Besar Rusia Marat Pavlov mengatakan bahwa pabrikan masih melanjutkan perakitan Mi-17.
Marcos tidak merinci helikopter AS mana yang dipilih sebagai alternatif, hanya saja helikopter itu akan diproduksi di Polandia. Duta Besar Filipina di Amerika Serikat, Jose Romualdez, mengatakan pada Agustus lalu bahwa Manila sedang mencari Chinook untuk menggantikan Mi-17.
Romualdez secara terpisah mengatakan, keputusan untuk membatalkan kesepakatan Mi-17 dipicu oleh perang Ukraina. Ia menambahkan, Manila juga waspada terhadap pelanggaran undang-undang AS tahun 2017 yang memberikan sanksi kepada siapa pun yang berbisnis dengan sektor intelijen atau pertahanan Rusia.
Filipina adalah sekutu lama AS dan memulai program modernisasi militer sederhana pada 2012. Sampai saat ini, peralatannya termasuk helikopter era Perang Vietnam dan kapal angkatan laut Perang Dunia II yang digunakan oleh AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News