Pada Mei lalu, Dewan Pakar Indonesia untuk Memory of The World UNESCO, Rieke Diah Pitaloka mengatakan UNESCO menetapkan arsip pidato Bung Karno sebagai Memory of The World (Memori Dunia).
"Telah diputuskan dan ditetapkan," kata Rieke dalam keterangan tertulis.
Menurut dia, UNESCO menetapkan arsip pidato Soekarno berjudul ‘To Build The World Anew’, yang disampaikan di Sidang Umum PBB 1960. Kedua ialah arsip Gerakan Non-Blok Pertama (GNBI) di Beograd, pada 1961.
Rieke menceritakan, sekitar tahun 2013, dirinya berdiskusi dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Mereka membahas tentang arsip-arsip bangsa yang berkontribusi pada perjalanan peradaban dunia.
"Arsip-arsip yang penting menjadi ingatan kolektif bangsa dan dunia. Dapat digunakan sebagai petunjuk jalan bagi kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang,” ungkapnya.
Duta Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) ini menambahkan, kala itu mereka menilai ada tiga arsip penting. Ketiga arsip itu disebut mereka sebagai Tiga Tinta Emas Abad 20.
Selain pidato Bung Karno, juga ada yang lain ditetapkan sebagai warisan tersebut.
Pengakuan ini menjadi bukti nyata akan keunggulan Indonesia dalam diplomasi budaya internasional. Dengan ditetapkannya tiga arsip bersejarah ini sebagai Ingatan Kolektif Dunia, Indonesia berhasil memperkenalkan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam dokumen-dokumen tersebut kepada dunia.
Selain itu, penghargaan ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam upaya pelestarian dan promosi kekayaan budaya serta sejarah nasional dan dunia.
Penetapan serta penyerahan tiga sertifikat ini menjadikan Indonesia memiliki 11 dari total 496 dokumen Ingatan Kolektif Dunia yang telah ditetapkan UNESCO. Delapan lainnya adalah Arsip VOC, Arsip Konfrensi Asia Afrika, Babad Diponegoro, Arsip Konservasi Borobudur, Arsip Tsunami, La Galigo, Nagarakartagama, Cerita Panji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News