Gelombang unjuk rasa mendapatkan momentum meski jumlah korban tewas terus meningkat.
Sedikitnya 46 orang tewas terbunuh dalam bentrokan demonstran dengan aparat keamanan di Venezuela. Korban tewas berasal dari kedua kubu, baik warga sipil maupun polisi.
Banyak warga Venezuela kesal dengan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, yang dituduh sebagai penyebab utama krisis ekonomi. Krisis memicu kekurangan berbagai kebutuhan pokok, mulai dari makanan hingga obat-obatan.
Pendemo mendesak Maduro untuk mundur, menggelar pemilihan umum dalam waktu dekat, membebaskan sejumlah aktivis dan memberikan kekuasaan otonomi bagi oposisi.
Demonstrasi masif terjadi di seantero Venezuela pada Sabtu 20 Mei 22017. Pendemo di Caracas membawa spanduk bertuliskan "sudah tidak boleh ada lagi kediktatoran di Venezuela!."
Sementara di San Cristobal, para pengunjuk rasa bertopeng melemparkan batu ke petugas keamanan.
(9).jpg)
Demonstrasi berujung ricuh di Caracas, 20 Mei 2017. (Foto: Reuters)
Krisis Ekonomi
Seorang saksi mata dari Reuters melihat ada dua pendemo yang datang dengan membawa golok.
Kekacauan di Venezuela memaksa Maduro mengerahkan hingga 2.000 prajurit ke jalanan.
"Kami tidak ingin ada lagi kematian. Kami ingin ada gaji yang cukup, dan obat-obatan. Pemerintah menginvestasikan lebih banyak dana untuk peluru dan senjata ketimbang makanan serta pendidikan," kata Maria Diaz, seorang pengacara berusia 33 tahun di San Cristobal.
Oposisi menyebut Maduro tetap ingin berkuasa meski terjadi krisis ekonomi. Lebih dari 2.600 pendemo telah ditangkap di seantero Venezuela, di mana lebih dari satu per tiganya masih berada di tahanan.
"Sudah masuk 50 hari dan mereka telah membunuh 50 orang. Meski begitu represif, ada banyak perlawanan dan perjuangan bagi Venezuela," ujar Henrique Capriles," pemimpin de facto oposisi Venezuela.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News