Digambarkan sebagai "bencana kemanusiaan" oleh Wakil Presiden Irak Osama Nujaifi, para pejabat PBB mengatakan mereka "sangat prihatin" dengan serangan tersebut.
Pentagon merilis sebuah pernyataan, dan mengatakan menargetkan para pejuang ISIS dan persenjataan mereka "di lokasi yang sama dengan tudingan bahwa di sana ada sejumlah korban sipil".
"Koalisi menghormati kehidupan manusia, itulah sebabnya kami membantu pasukan Irak, mitra kami, dalam upaya mereka membebaskan negeri mereka dari kebrutalan ISIS," sebut Pentagon, seperti dikutip The Independent, Senin 27 Maret 2017.
Jika AS terbukti harus bertanggung jawab, itu menjadi serangan paling mematikan dari Negeri Paman Sam terhadap warga sipil dalam tiga tahun terakhir.
Pentagon telah mengaku membunuh 220 warga sipil di Irak dan Suriah sejak pertengahan 2014, namun kelompok pemantau independen seperti Airwars.org di London mengatakan jumlahnya bisa mendekati 3.000 jiwa.
Airwars telah mengklaim sekitar 1.000 kematian warga sipil di Irak dan Suriah di bulan Maret saja terjadi karena serangan udara koalisi AS.
Sikap Trump
"Kami menyadari tanggung jawab besar di bahu pasukan untuk membebaskan warga," Ketua Parlemen Irak Salim Jabouri menebar tweet, meminta mereka untuk "mengadakan upaya untuk menyelamatkan warga sipil."
Sebuah penyelidikan, memanfaatkan informasi rahasia dan publik, sedang berlangsung demi memastikan apakah pasukan AS, bom militan ISIS, atau keduanya, yang menyebabkan berbagai bangunan sipil ambruk.
Penyelidikan Civilian Casualty Credibility Assessment akan memakan waktu beberapa pekan ke depan.
Sementara itu, serangan udara menghantam Baghdad Street di Mosul barat pada 17 Maret telah membuat sejumlah keluarga berduka. Para pekerja darurat selama berjam-jam menarik mayat-mayat dari reruntuhan. Kepala polisi Irak juga telah membantah laporan bahwa operasi AS-Irak untuk melawan ISIS dihentikan sementara.
Presiden AS Donald Trump masih diam soal bencana tersebut.
Pada akhir Januari, Trump dikecam karena mengkritik militer AS yang tidak mengambil alih minyak Irak ketika mereka mundur pada 2011. "Tidak akan ada ISIS kalau kita dulu mengambil minyaknya," kata Trump.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News