Trump mengatakan Soleimani "tengah mempersiapkan sebuah serangan besar" terhadap diplomat dan personel militer AS. Soleimani tewas dalam serangan udara AS di Baghdad, Irak, pada Jumat 3 Januari.
"Dia adalah monster. Kini, dia sudah bukan lagi menjadi monster karena sudah tewas," kata Trump, dikutip dari BBC, Rabu 8 Januari 2020. "Dia telah menyiapkan sebuah serangan besar, dan hal tersebut buruk bagi kita semua," lanjutnya.
Menurut Trump, Soleimani telah "bepergian bersama kepala Hezbollah" dan "banyak nyawa terselamatkan atas kematiannya." Trump diyakini merujuk kepada Abu Mahdi al-Muhandis, kepala dari grup milisi Irak, Kataeb Hezbollah, yang juga tewas dalam serangan udara bersama Soleimani.
Dalam pernyataan terbaru, Trump tidak lagi mendorong rencana menyerang 52 situs budaya Iran. Ancaman itu sempat dilayangkan Trump jika Iran membalas kematian Soleimani dengan operasi militer.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan bahkan beberapa ajudan Trump, menyebutkan bahwa menyerang situs budaya merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
"Jika aturannya memang seperti itu, maka saya akan mengikutinya," tutur Trump, merujuk pada rencana menyerang 52 situs budaya Iran.
Sementara mengenai Irak, Trump mengaku akan menarik pasukan AS. Namun ia mengatakan "saat ini bukanlah waktu yang tepat." Sementara mengenai ancaman sanksi terhadap Irak, Trump mengatakan baru akan menjatuhkannya jika Baghdad tidak memperlakukan Washington dengan rasa hormat.
Kematian Soleimani meningkatkan kekhawatiran mengenai perang terbuka antara AS dan Iran. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan AS mengaku telah mengerahkan kembali pasukan ke Irak untuk mengantisipasi terjadinya serangan balasan atas kematian Soleimani.
Sementara itu di Kerman, sekitar 50 orang tewas dan 200 lainnya terluka dalam insiden terinjak-injak di prosesi pemakaman Soleimani. Penguburan jenazah Soleimani ditunda akibat insiden tersebut, namun kemudian dilanjutkan kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News