Trump menjanjikan tambahan sanksi dari Kementerian Keuangan AS terhadap Korut, setelah menambahkan Pyongyang ke daftar hitam negara pendukung terorisme setelah Iran dan Suriah.
"Seharusnya deklarasi ini dilakukan sejak lama. Seharusnya dilakukan bertahun-tahun lalu," tegas Trump, seperti dilansir AFP, Senin 20 November 2017.
Namun, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan pihaknya masih ingin mengejar jalur diplomasi. Ia yakin serangkaian sanksi dapat mendorong Kim Jong-un untuk duduk bersama dan berdialog.
Tillerson menyebut serangkaian sanksi telah memiliki "dampak signifikan" terhadap perekonomian Korut. "Masih ada harapan untuk diplomasi," ungkap Tillerson.
Sejauh ini belum ada reaksi dari Korut terkait deklarasi AS. Namun surat kabar Rodong Shinmun milik partai berkuasa di Korut menulis sebuah editorial yang mendeskripsikan Trump sebagai presiden "sakit jiwa pengeruk banyak uang" yang memimpin AS "menuju neraka."
Sementara itu The New York Times menuliskan editorial bahwa program nuklir yang tengah dikembangkan Pyongyang menjadi salah satu alasan yang mendasari Trump memasukan kembali negara tersebut dalam daftar hitam pendukung terorisme.
Sebelumnya, Korut sempat masuk dalam daftar yang sama di tahun 1988. Pada 2008, pemerintahan George W. Bush mengeluarkan Korut dari daftar tersebut lantaran lolos dalam inspeksi nuklir.
Negara-negara yang masuk daftar ini akan dikenai sanksi pembatasan bantuan luar negeri AS, larangan ekspor dan penjualan alat pertahanan, kontrol atas ekspor barang-barang penggunaan ganda dan berbagai hambatan finansial lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News