Tapi Khashoggi tidak pernah terlihat hidup lagi. Cengiz akhirnya mengetahui bahwa pria itu telah dibunuh di dalam konsulat oleh sesama warga Arab Saudi, yang telah menunggu dalam penyergapan.
Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) dan agen-agen intelijen asing lainnya menyimpulkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman memerintahkan pembunuhan Khashoggi, seorang kolumnis Washington Post yang berani secara terbuka mengkritik penguasa de facto Kerajaan Saudi.
Hari peringatan pertama kematian menjelang pada 2 Oktober, Cengiz datang ke New York -- di mana para kepala negara berkumpul untuk Sidang Majelis Umum PBB. Ia ingin minta pertanggungjawaban Arab Saudi, yang katanya tidak pernah menghadapi konsekuensi serius atas kasus ini.
"Rekan-rekan jurnalisnya melakukan yang terbaik sehingga tidak ada yang bisa disembunyikan dari pandangan," katanya kepada NBC News dalam sebuah wawancara. "Arab Saudi berada di bawah tekanan besar, berkat liputan media internasional," serunya.
"Tetapi pada akhirnya, semua upaya ini tidak menggugah para pemimpin dunia untuk memberi sanksi kepada Arab Saudi. Itu sangat menyedihkan," katanya, dirilis dari NBC News, Jumat 27 September 2019.
"Ada kurangnya reaksi di Uni Eropa dan di Amerika Serikat. Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi Arab Saudi bahwa mereka harus bertanggung jawab,” tegas Cengiz.
Komentarnya datang ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman memecah kesunyian dan berbicara untuk kali pertama tentang perannya dalam pembunuhan.
"Itu terjadi di bawah pengawasan saya. Saya menanggung semua tanggung jawab, karena itu terjadi di bawah pengawasan saya,” ucap Pangeran Mohammed bin Salman, kepada PBS.
Namun dia mengatakan pembunuhan itu dilakukan tanpa sepengetahuannya.
Cengiz berbicara kepada NBC News di sebuah kamar hotel dekat markas besar PBB di Manhattan, tempat para pemimpin Saudi pekan ini berunding dengan AS dan pejabat lain mengenai ketegangan dengan Iran dan perang di Yaman. Presiden Donald Trump tidak menyebutkan kasus Khashoggi dalam pernyataan publiknya.
Cengiz bergabung di New York bersama orang-orang lain yang juga telah dianiaya Pemerintah Arab Saudi: Lina al-Hathloul, saudara perempuan dari aktivis hak-hak perempuan Saudi yang ditahan Loujain al-Hathloul. Abdullah Alaoudh, putra seorang cendekiawan Islam Saudi yang dipenjara, Salman al- Awdah, yang menghadapi hukuman mati.
Perempuan warga Turki itu menuntut laporan lengkap kematian Khashoggi dan mengembalikan jasadnya. Cengiz, yang awal berjumpa Khashoggi pada Mei tahun lalu, mengatakan perhatian internasional yang dipicu oleh pembunuhannya membuat dia merasa berat kehilangannya baru beberapa bulan kemudian.
"Butuh waktu lama bagi saya untuk berduka," katanya.
Dia terguncang setelah "pembunuhan politik" yang menarik perhatian internasional dan teleponnya berdering sepanjang waktu. "Saya tidak siap menghadapi situasi seperti itu. Saya hanya asisten penelitian biasa dan sederhana yang melakukan studi pascasarjana. Saya tidak bisa berkabung dengan baik,” sebut Cengiz.
Tetapi akhirnya, tragedi itu teresap, katanya. "Setelah lama tertunda, saya mengalami gelombang kejut yang sangat besar ini."
Kini Cengiz pindah ke London untuk menjauhkan diri dari ‘tempat kejahatan’ di Istanbul, dan untuk belajar bahasa Inggris. Namun dia mengakui bahwa tidak ada yang lenyap dari kengerian yang terjadi. "Selama sisa hidupku, pembunuhan Jamal terasa menyakitkan,” tuturnya.
Khashoggi, yang telah memilih untuk tinggal di pengasingan sebagai warga AS di Virginia untuk menulis secara bebas tanpa risiko dipenjara. Dia dikabarkan menghilang setelah memasuki konsulat Saudi 2 Oktober 2018.
Pejabat Arab Saudi awalnya membantah kematian Khashoggi sebelum mengakui bahwa dia menjadi korban pembunuhan berencana. Namun pemerintah bersikeras putra mahkota tidak berada di balik pembunuhan dan mengatakan 11 tersangka diadili sehubungan dengan kasus tersebut.
Penyelidik khusus AS pada Juni menyebutkan dalam laporan terperinci bahwa putra mahkota harus diselidiki karena kejahatan tersebut dan bahwa ada "bukti yang dapat dipercaya" bahwa ia dan pejabat senior lainnya bertanggung jawab atas pembunuhan Khashoggi.
Pelapor khusus Amerika Serikat menemukan bahwa Khashoggi adalah "korban dari eksekusi yang disengaja dan direncanakan sebelumnya, pembunuhan di luar proses hukum di mana negara Arab Saudi bertanggung jawab di bawah hukum hak asasi manusia internasional."
Penolakan Arab Saudi
Trump menyatakan keraguan tentang peran putra mahkota dan mengatakan AS perlu mempertahankan aliansinya dengan Saudi, terutama karena Riyadh merupakan pelanggan utama untuk perangkat keras militer Amerika.
Menurut Cengiz, Khashoggi tidak melihat dirinya sebagai musuh bebuyutan dari negara asalnya, yang sebelumnya telah dilayaninya sebagai penasihat anggota keluarga kerajaan dan pejabat pemerintah. Sebagai gantinya, ia ingin komentarnya dianggap sebagai kritik yang konstruktif tetapi tidak memusuhi.
“Visinya untuk Arab Saudi bukanlah untuk merobohkan Dinasti Saud, tetapi untuk mereformasinya menjadi monarki konstitusional dengan parlemen yang dipilih secara demokratis,” katanya.
“Anggota keluarga kerajaan dan pejabat pemerintah sering memanggilnya untuk memberinya umpan balik tentang kolomnya. Dia selalu memiliki hubungan baik dengan pemerintah Saudi dan keluarga kerajaan,” sebut Cengiz.
Akibatnya, Khashoggi tidak takut akan hidupnya, bahkan jika dia mengambil tindakan pencegahan untuk tidak melakukan perjalanan ke negara-negara Arab lain atau setuju berjanji dengan orang asing.
"Dia pikir tidak ada yang akan mengganggunya di luar negeri. Tidak ada yang memperingatkannya atau mengancamnya," jelasnya.
Khashoggi lantas menjadi semakin khawatir tentang kekuatan yang tumbuh dari putra mahkota. Bagi Khashoggi, putra mahkota melanggar tradisi Arab Saudi dengan menargetkan para intelektual dan jurnalis serta mengambil keputusan besar tanpa berkonsultasi terlebih dahulu.
"Apa yang diharapkan Jamal adalah perubahan yang nyata dan mengakar di negara itu dan Jamal berpikir kesempatan seperti itu tidak bisa bergantung pada satu orang saja,” pungkas Cengiz.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News