Sejumlah pertemuan tingkat tinggi telah dihadiri oleh para pejabat AS sebagai upaya terakhir mencegah Turki meluncurkan serangan sepihak. Pemerintahan Trump memperingatkan ofensif itu akan membahayakan perang melawan Islamic State (ISIS).
Turki berupaya membangun ‘zona aman’ di dalam wilayah Suriah tanpa kehadiran gerilyawan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dipimpin Kurdi, yang dianggapnya sebagai kelompok teror.
Pada Minggu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengulangi ancaman buat menyeberang ke Suriah tanpa persetujuan AS jika kondisi Turki untuk zona aman tidak diterapkan.
"Kita memasuki Afrin, Jarablus, dan Al-Bab. Sekarang kita akan memasuki timur Sungai Eufrat," kata Erdogan pada Minggu, merujuk pada serangan sebelumnya ke Suriah. "Kita hanya bisa bersabar begitu lama," tegasnya.
AS dan Turki berselisih selama berbulan-bulan atas kondisi untuk zona aman. Ketegangan antara dua sekutu NATO berpusat pada ketidaksepakatan mendasar atas SDF, yang mengontrol daerah di sisi Suriah, dari Sungai Efrat ke perbatasan Irak.
SDF, didukung kekuatan udara dan sokongan teknis AS, merebut kembali daerah timur laut Suriah dari ISIS. Kontingen terbesar berupa milisi Kurdi yang disebut Unit Perlindungan Rakyat (YPG). Sementara AS menganggap YPG sebagai sekutu, Turki memandangnya sebagai organisasi teror dan cabang dari Partai Pekerja Kurdistan terlarang, yang telah berperang melawan negara Turki selama beberapa dekade.
Utusan AS untuk Suriah, James Jeffrey, mengatakan pekan lalu bahwa Washington "berkomitmen demi mereka yang telah berperang bersama kami agar tidak diserang dan tidak dirugikan oleh siapa pun. Presiden membuat itu jelas di depan umum."
Turki ingin pasukannya mengendalikan zona sedalam 19-25 mil di wilayah Suriah, sementara AS berargumen untuk zona yang jauh lebih kecil. Namun SDF berargumen bahwa serangan sepihak oleh Turki akan dipandang sebagai pendudukan, dan tentu disambut dengan kekuatan.
"Jika negara Turki tidak memilih dialog untuk solusi, kami akan siap untuk perang," kata komandan SDF Newroz Ahmed, Senin.
"Jika serangan diluncurkan di wilayah mana pun, serangan ini tidak akan terbatas pada wilayah ini. Sebaliknya, perbatasan panjang dengan negara Turki akan menjadi wilayah perang," tambahnya, disitir dari Independent, Selasa 6 Agustus 2019.
Pemerintahan dipimpin Kurdi yang mengendalikan daerah itu mengatakan serangan Turki akan berisiko kebangkitan ISIS, hanya beberapa bulan setelah kekhalifahan dikalahkan.
AS sudah mencoba bertindak sebagai mediator antara kedua sekutunya, tetapi Ankara frustrasi dengan pemerintahan Trump karena menunda rencana untuk zona aman. Setelah awalnya menolak peran Turki dalam zona aman yang diusulkan, analis mengatakan SDF mungkin terpaksa menerima operasi gabungan AS-Turki.
Kementerian Pertahanan Turki mengatakan pada Senin bahwa "bagian dari negosiasi dengan para pejabat militer AS tentang rencana pembentukan Zona Aman di utara Suriah telah selesai."
"Negosiasi akan dilanjutkan besok di Kantor Pusat Pertahanan Nasional Turki di Ankara," tulis Kementerian Pertahanan Turki di Twitter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News