Para diplomat dari Afghanistan, Amerika Serikat, India, Pakistan, dan negara-negara anggota PBB lainnya berkumpul pada Sabtu, 29 Februari 2020, pagi waktu setempat di Sheraton Hotel, Doha.
Presiden AS Donald Trump dalam sebuah pernyataan mendesak warga Afghanistan untuk mengambil kesempatan bagi masa depan baru bangsa mereka.
"Hampir 19 tahun lalu, anggota militer Amerika ke Afghanistan untuk membasmi para teroris yang bertanggung jawab atas serangan 9/11," kata Trump, dilansir dari Aljazeera.
"Ketika saya mencalonkan diri untuk jabatan ini, saya berjanji kepada warga Amerika saya akan mulai membawa pulang pasukan kami, dan berusaha untuk mengakhiri perang ini. Kami membuat kemajuan besar pada janji itu," tuturnya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan menyaksikan penandatanganan idi Doha ini. Sementara itu, Menteri Pertahanan Mark Esper diperkirakan akan mengeluarkan deklarasi bersama dengan pemerintah Afghanistan di Kabul.
Kesepakatan tersebut datang sepekan usai perjanjian 'pengurangan kekerasan' diumumkan Washington.
Selama sepekan terakhir, sedikitnya 19 pasukan keamanan dan empat warga sipil tewas. Angka kematian ini jauh lebih sedikit dibandingkan pekan-pekan sebelumnya.
Diharapkan bahwa penandatanganan tersebut akan membuka dialog intra-Afghanistan antara Taliban dan para pemangku kepentingan Afghanistan untuk menentukan arah masa depan negara itu.
Meski demikian, para pengamat menilai banyak tantangan nyata dalam membangun perdamaian abadi. Salah satunya lewat dialog.
"Penting untuk dicatat bahwa perjanjian yang mungkin akan ditandatangani hari ini, antara Taliban dan AS bukan perjanjian damai," tutur analis senior Afghanistan di International Crisis Group, Andrew Watkins.
"Sebaliknya, ini adalah hasil dari fase awal proses perdamaian Afghanistan, yang diperlukan untuk membawa Taliban ke meja dengan pemerintah Afghanistan dan kepemimpinan politik untuk dialog substantif," sambungnya.
menurut Watkins, pemerintah Afghanistan dan Taliban harus memetakan pertanyaan-pertanyaan penting mengenai masa depan negara itu. "Kesepakatan AS-Taliban harus dilihat sebagai peluang untuk penyelesaian politik dan akhir damai bagi konflik," cetusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News