Sedianya, Cavusoglu akan mengisi acara kampanye referendum Turki di Rotterdam di mana Turki akan memutuskan akan memperpanjang kepemimpinan Erdogan atau tidak.
Belanda memang menjadi 'rumah' bagi sekitar 400 ribu warga Turki, baik yang bersekolah maupun bekerja.
"Mereka (Belanda) pasti akan membayar perlakukan mereka ini. Belanda harus belajar apa itu diplomasi. Kami akan mengajarkan mereka diplomasi internasional," tegas Erdogan, seperti dikutip Telegraph, Senin 13 Maret 2017.
Erdogan bahkan menyebut Belanda adalah sisa-sisa dari Nazi. "Hanya jenis rezim tertentu yang melarang seorang menlu mendarat di negara mereka," ujarnya lagi.
Selain melarang Cavosoglu mendarat di Rotterdam, Pemerintah Belanda juga melarang Menteri Sosial Turki, Fatma Betul Sayan Kaya untuk memasuki Konsulat Turki di Belanda sebelum ia mengunjungi Jerman.
Sementara itu, kepolisian Belanda dilaporkan menggunakan gas air mata untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa yang berdemo di depan Konsulat Turki di Rotterdam.
Beberapa pengunjuk rasa bahkan dipukuli oleh polisi saat pengunjuk rasa yang lain melempari polisi dengan botol dan batu.
Erdogan memang mencari dukungan dari sebagian besar warga Turki di Belanda dan Jerman untuk membantu meraih kemenangannya bulan depan dalam referendum Turki.
Namun, Negara Tulip tersebut terang-terangan menolak gelaran kampanye yang akan dipimpin Cavosoglu karena dianggap akan menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News