Tim riset di balik studi tersebut, yang dirilis dalam jurnal Enviromental Health Perspectives, mengevaluasi kombinasi antara meningkatnya temperatur udara akibat perubahan iklim dan berubahnya pola populasi terhadap kematian terkait cuaca panas.
Proyeksi dari kombinasi itu menunjukkan adanya peningkatan signifikan dari 640 kasus kematian akibat panas ekstrem antara tahun 2000 dan 2006.
Para peneliti mengatakan menurunkan emisi gas rumah kaca dapat membuat angka kematiannya menjadi lebih rendah. Pemerintah dari negara di seluruh dunia telah berkomitmen untuk mencegah meningkatnya temperatur Bumi di atas 2 derajat Celcius hingga tahun 2100. Namun hingga saat ini belum dapat diketahui pasti apakah target itu dapat tercapai.
"Perubahan iklim menciptakan lebih banyak hari-hari yang diwarnai panas ekstrem, membuat lebih banyak orang berisiko tewas dalam beberapa dekade ke depan," ujar penulis studi Elisaveta Petkova dari Columbia University, seperti dikutip TIME, Sabtu (25/6/2016).
"Banyak dari kematian ini dapat dicegah dengan membatasi emisi gas rumah kaca dan menerapkan sejumlah langkah untuk membantu orang-orang beradaptasi dengan temperatur tinggi," sambung dia.
Para pemimpin dunia telah berkumpul dalam KTT Perubahan Iklim COP21 di Paris, Prancis, beberapa bulan lalu. Mereka berkomitmen, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok sebagai dua negara penyumbang emisi gas karbon terbesar di dunia, untuk bekerja keras mengantisipasi perubahan iklim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News