Presiden Barack Obama dan Wapres Joe Biden (kiri). (Foto: AFP)
Presiden Barack Obama dan Wapres Joe Biden (kiri). (Foto: AFP)

Obama: Perjanjian Nuklir Iran Cegah Lahirnya Peperangan Baru

Willy Haryono • 15 Juli 2015 06:58
medcom.id, Washington: Presiden Barack Obama mengumumkan bahwa negosiator dari Amerika Serikat dan lima kekuatan dunia lainnya telah menyepakati perjanjian bersejarah untuk mengurangi beban sanksi ekonomi terhadap Iran, sebagai syarat untuk memastikan negara tersebut tidak mengembangkan senjata nuklir. 
 
"Perjanjian ini tidak dibuat berdasarkan kepercayaan, tapi dibuat di atas verifikasi," tutur Obama di Gedung Putih, dengan didampingi Wakil Presiden Joe Biden, Selasa (14/7/2015). 
 
"Setiap jalan menuju senjata nuklir sudah terputus, dan inspeksi serta transparansi dari Iran untuk memverifikasi tujuan (dari program nuklir) sudah diterapkan," sambung dia, seperti dikutip Associated Press

Dalam pidatonya, Obama menyebutkan sejumlah rintangan yang dihadapinya dari dalam dan luar negeri terkait program nuklir Iran. Dari dalam negeri, Obama menghadapi kritik dari Kongres, sementara dari luar negeri, Obama mendapat keluhan berbagai negara, terutama Israel. 
 
Menurut Obama, jika perjanjian ini tidak dibuat, maka berpotensi memicu adanya semacam perlombaan membuat senjata nuklir dari beberapa negara. 
 
"Kebijakan keamanan nasional kita saat ini tergantung dari mencegah Iran memiliki senjata nuklir. Ini artinya tanpa ada resolusi diplomatik, baik Saya atau presiden AS mendatang harus memutuskan apakah mengizinkan atau tidak mengizinkan Iran memiliki senjata nuklir, atau juga harus menentukan apakah harus menggunakan kekuatan militer untuk mencegahnya," jelas Obama. 
 
"Singkat cerita, jika tidak ada perjanjian, kemungkinan adanya lebih banyak perang di Timur Tengah akan semakin besar," sambung sang presiden. 
 
Berdasarkan kesepakatan di Wina, Austria, Iran akan mendapatkan bantuan sebesar USD18 miliar asalkan mereka melucuti dua per tiga mesin sentrifugalnya. Perjanjian juga meliputi surat protes jika Iran gagal melucuti mesin miliknya dalam waktu 65 hari, dan sanksi awal pun kembali diberlakukan.
 
Sementara atas bantuan itu, Iran akan membuka diri untuk mengizinkan pengawas dari PBB agar lokasi militernya diperiksa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan