medcom.id, Caracas: Jutaan rakyat Venezuela bergabung dalam pemogokan massal yang diserukan oposisi. Mereka meningkatkan tekanan pada Presiden Nicolás Maduro supaya membatalkan pemilihan majelis konstituante baru.
Bentrokan antara polisi dan pemrotes menewaskan setidaknya tiga orang. Lebih dari 300 lainnya dilaporkan telah ditangkap.
Maduro berkata bahwa pemogokan tersebut sangat sedikit dan para pemimpinnya akan ditangkap. Sejak April, ketika demonstrasi oposisi meningkat, hampir 100 orang tewas di seluruh negeri Amerika Latin.
Pengunjuk rasa menutup jalan-jalan di ibu kota, Caracas, dan kota-kota lain dengan sampah dan perabotan. Pihak oposisi mengatakan bahwa 85 persen rakyat bergabung dalam pemogokan.
Tapi di daerah pro-pemerintah di ibu kota, kehidupan terus berjalan seperti biasa. Toko-toko tetap buka dan jalan-jalan sibuk. Pegawai negeri juga tampak bekerja normal.
Di beberapa kota, polisi menembakkan gas air mata saat bentrok lawan pendemo. Satu kematian dilaporkan terjadi di pinggiran Caracas, sementara dua lainnya tewas di kota utara Valencia.
Lebih dari 360 orang sudah ditangkap di seantero negeri, kata sebuah kelompok hak asasi lokal.
Kolombia, Prancis, Spanyol, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa telah mendesak pemerintah Venezuela membatalkan pemungutan suara untuk majelis konstituen baru, pada 30 Juli. Tapi Maduro menolak seruan tersebut.
Dalam sebuah pidato di TV, dia mengklaim "kemenangan", dengan mengatakan bahwa sektor-sektor utama tidak bergabung dalam pemogokan.
"Kerja telah berhasil, cinta, kehidupan, dan harapan; urusan sudah dimenangkan. Mereka (oposisi Venezuela) yang tidak pernah berhasil, biarkan mereka terus bekerja, kita maju, kawan-kawan," cetusnya seperti dilansir BBC, Jumat 21 Juli 2017.
"Saya sudah memerintahkan penangkapan semua teroris fasis," tegasnya.
Majelis yang hendak dipilih akan memiliki kekuatan untuk merevisi konstitusi dan memutus badan legislatif yang dikuasai oposisi.
Politisi oposisi mengatakan, Maduro ingin memakai majelis tersebut demi menguatkan dirinya sebagai penguasa. Sementara presiden berpendapat sebuah undang-undang baru akan mendorong dialog di negeri yang sudah terpecah-belah.
Oposisi telah menggelar jadwal demonstrasi mereka di hari-hari menjelang pemilihan, termasuk pemogokan massal 24 jam, Kamis 20 Juli 2017, dan demonstrasi massal di hari Sabtu besok 22 Juli 2017.
Sementara itu, Isaias Medina, seorang diplomat senior yang mewakili Venezuela di PBB, mengundurkan diri. Ia mengatakan tidak dapat lagi mewakili pemerintah karena pelanggaran hak asasi manusia.
Duta Besar Venezuela untuk PBB, Rafael Ramirez, berkata bahwa Madinah bertindak "tidak jujur" dan sudah dipecat.
Sebelumnya, kepala Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), Luis Almagro, memperingatkan "malapetaka buruk" atas situasi tersebut, menuduh pemerintah Maduro berlumur "darah di tangannya".
"Di balik setiap tawanan, tiap tahanan politik, semua orang yang disiksa dan setiap orang yang terbunuh di sana ada seseorang yang bertanggung jawab secara institusional," Almagro menulis dalam sebuah laporan.
"Ketakutan timbul di benak setiap orang, tapi kita terlalu takut berbicara dengan lantang, ketakutan kita bahwa ini akan meningkat menjadi pertumpahan darah," kecamnya.
Almagro telah lama menjadi salah satu kritikus paling keras dan paling terang-terangan terhadap pemerintah Venezuela.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News