Sementara Rusia membantah tuduhan tersebut, FBI terus mengeluarkan pernyataan bahwa Rusia lah yang meretas pemilu AS. FBI mengeluarkan laporan terbarunya bebarengan dengan sanksi pengusiran 35 diplomat oleh Presiden AS, Barack Obama. Kremlin pun mengecam aksi ini dan segera akan meluncurkan tindakan balasan.
Dilansir Reuters, Jumat (30/12/2016), laporan setebal 13 halaman tersebut menyebutkan badan intelijen Rusia, FSB, mengirim tautan surat elektronik atau e-mail selama pertengahan 2015 lalu kepada lebih dari 1.000 penerima, termasuk pemerintah AS.
"Komite Partai Demokrat menjadi salah satu penerima tautan tersebut," demikian bunyi laporan FBI, kemarin.
FBI mengatakan, para peretas memperoleh akses masuk untuk mencuri sejumlah informasi sensitif, termasuk surel internal yang mengarah pada pencurian informasi dari sejumlah pejabat senior partai.
Jaringan e-mail pribadi partai Demokrat sempat diretas saat masa kampanye pemilu berlangsung. Isu peretasan oleh Rusia ini sempat panas saat kampanye, dan mulai muncul kembali saat Donald Trump berhasil mengalahkan Hillary Clinton.
Namun, FBI sulit menjelaskan keseluruhan hasil penyelidikan karena menjaga kerahasiaan sumber intelijen. Laporan ini merupakan analisis teknis dan rinci pertama yang dirilis FBI terkait kasus peretasan Partai Demokrat. Namun, dalam laporan FBI tidak menyebutkan nama terduga peretas.
Tuduhan dan sanksi yang baru saja dikeluarkan Obama ini menandakan ketegangan baru antar kedua negara yang memang sudah memburuk seusai Perang Dingin. Sementara itu, sejak awal hingga kini, Kremlin secara konsisten menampik segala tudingan campur tangan dalam pemilu AS.
Presiden terpilih AS, Donald Trump pun menyatakan Rusia tak mungkin mencampuri urusan AS, apalagi dalam pemilu yang notabene urusan dalam negeri AS.
"Sudah waktunya bagi negara kita untuk beralih ke hal-hal yang lebih besar dan baik," ucap Trump.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News