Penduduk dan sejumlah kelompok hak asasi manusia berkata, pasukan menggunakan sekop mekanik pada pagi hari untuk membersihkan barikade di tiga kota dekat Masaya. Sembari menyerang para pemberontak dalam kekerasan terbaru yang mengguncang negara Amerika Tengah.
Monimbo, di kawasan Masaya selatan, telah menjadi pusat perlawanan terhadap pemerintah Presiden Daniel Ortega sejak gelombang protes dipimpin mahasiswa dimulai 18 April. Demonstrasi dihelat atas rencana reformasi pensiun yang dibatalkan. Sejak itu, kekerasan telah menewaskan sedikitnya 272 jiwa.
"Situasinya serius," kata Alvaro Leiva, sekretaris Asosiasi Hak Asasi Manusia Nikaragua (ANPDH). "Kita perlu membuka koridor untuk mengevakuasi yang terluka," cetusnya, seperti disitat dari Telegraph, Senin 16 Juli 2018.
Kekerasan terakhir merebak sehari menyusul sekitar 200 mahasiswa, yang bersembunyi selama 20 jam di sebuah gereja paroki di Managua, dikepung pasukan pro-pemerintah. Mahasiswa akhirnya dibebaskan setelah nasihat para uskup Katolik.
Operasi itu menyebabkan dua mahasiswa tewas dan lebih dari selusin terluka, menurut pejabat gereja.
Para mahasiswa mencari perlindungan di sebuah gereja lokal sesudah polisi memaksa mereka keluar dari Universitas Otonomi Nasional Nikaragua, yang telah diduduki selama dua bulan protes menentang pemerintah Ortega.
Serangan itu terjadi pada hari ketiga demonstrasi nasional melawan Ortega, mantan pahlawan revolusioner yang sekarang dituduh menganut otoritarianisme.
Ketegangan politik melonjak sejak protes terhadap reformasi pensiun -- yang kini dibatalkan -- dimulai pada 18 April. Berikutnya berubah menjadi oposisi umum terhadap Ortega dan pemerintahannya.
Serangan polisi disiarkan oleh stasiun media lokal dan diliput tiga wartawan lokal yang melaporkan melalui Facebook Live. Mahasiswa yang takut akan hidup mereka mengirim pesan perpisahan ke teman dan keluarga. "Saya melakukannya untuk negara dan saya tidak menyesalinya," kata seorang gadis menangis dalam sebuah video yang menjadi viral.
Polisi belum mengeluarkan pernyataan resmi. Tetapi Kardinal Katolik Roma Leopoldo Brenes mengatakan dua pelajar tewas.
Berbagai kejadian itu menimbulkan kecaman luas dan seruan mengakhiri kekerasan, termasuk dari pemerintahan sosialis baru di Spanyol, sekretaris jenderal Organisasi Negara-negara Amerika, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, dan pejabat Amerika Serikat, Brasil, dan Chile.
Kementerian Luar Negeri Spanyol menyerukan penyelidikan atas seluruh kematian sejak 18 April.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News