"Mereka (transgender) masih akan terus bertugas di militer," ucap Mattis.
Juli lalu, Presiden AS Donald Trump sempat mengumumkan bahwa transgender dilarang bekerja sebagai militer untuk melayani dalam kapasitas apapun.
Pernyataan Trump ini tentu mendapat kecaman dari warga AS. Pernyataannya juga berbanding terbalik dengan Barack Obama yang saat itu mengizinkan militer merekrut transgender secara terbuka.
Dikutip AFP, Rabu 30 Agustus 2017, Trump berpendapat bahwa integrasi pasukan transgender akan membuat biaya tambahan dan juga gangguan medis. Setelah sempat dikecam, Trump berdalih larangan tersebut akan berlaku mulai 23 Maret 2018.
Sementara itu, Mattis mengaku masih mempelajari perintah dan larangan dari Trump tersebut, di samping para transgender masih diperbolehkan bertugas.
Dalam menyatakan pengumuman baru tersebut, Mattis pun tampak hati-hati, dan lebih memilih fokus kepada kinerja pasukan AS.
"Kemhan akan membentuk panel ahli dan mengembangkan sebuah rencana implementasi mengenai apa yang terbaik untuk efektivitas tempur militer untuk mengarah ke kemenangan perang," kata Mattis.
Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan yang ada saat ini bahwa tentara transgender juga bisa melayani, tidak akan berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News