Selain pembunuhan, pasukan pro pemerintah juga disebut telah melakukan serangkaian pemerkosaan, penjarahan dan penyiksaan.
"Aksi kekerasan dilakukan secara brutal dan terlihat bernuansa etnis," tulis laporan PBB, seperti dikutip Reuters, Jumat 19 Mei 2017.
Serangkaian kasus di Sudan Selatan meliputi serangan pada upacara pemakaman, penembakan mortir ke arah warga sipil dan kekerasan seksual terhadap gadis remaja dan wanita. Menurut PBB, banyak aksi pemerkosaan yang dilakukan di hadapan keluarga korban.
Gelombang kekerasan meletus saat Pasukan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) yang loyal terhadap Presiden Salva Kiir memburu mantan wakil presiden Riek Machar beserta kelompok pendukungnya.
Pengejaran Machar diwarnai aksi kekerasan di kawasan Equatorias dan beberapa area lainnya, terutama di kota Yei.
"Karena ada beberapa larangan akses (terhadap PBB), jumlah kasus kekerasan yang terdokumentasi mungkin hanya sedikit dari angka sesungguhnya," lapor PBB.
Juru bicara militer Sudan Selatan Kolonel Santo Domic Chol mengatakan kepada Reuters bahwa laporan PBB itu "tidak berdasar."
"Ini bukan kali pertamanya PBB menuduh SPLA dan mencoba membuat kami terlihat seperti musuh masyarakat," tegas dia.
Domic menegaskan Presiden Kiir telah memerintahkan kepada semua komandan SPLA di Yei untuk menghukum prajurit yang melakukan aksi kekerasan seksual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News